Translate

Minggu, Januari 5

GELANG



            Hujan lagi, hujan lagi. Untuk sebagian orang mungkin hujan adalah kejadian alam yang biasa saja. Tapi tidak denganku. Aku sependapat sama mereka yang menyukai hujan dengan berbagai alasan. Hujan adalah sahabat dan selamanya akan tetap menjadi sahabat dalam hidupku. Aku tak peduli dengan air yang membasahi tubuhku, bila memang hujan turun saat aku di jalanan. Seperti kata orang dewasa dulu “hujan adalah berkah”.
            Aku menatap rintikan hujan dari jendela kamar. Sesekali aku melihat awan yang mulai menghitam. Entah mengapa, aku merasa ingin berjalan keluar. Ku nikmati rintikan hujan hingga tersadar aku menemukan sesuatu yang tak asing.
            “Kay..” tiba-tiba suara orang memecahkan lamunanku atas benda yang baru saja ku temukan. Suara itu tak lain datang dari sahabatku Rida. “Ngapain lo bengong disini? Mana hujan lagi” sambungnya. Kemudian menarik tanganku berjalan masuk. Aku memberikan benda yang sedari tadi ku pegang saat kami sudah mengambil tempat yang nyaman untuk berbincang. Rida terdiam melihat benda itu. Mungkin pikirannya sama dengan pikiranku ketika pertama melihat benda itu.
            Setelah beberapa saat kami terdiam, akhirnya air mata yang mungkin dari tadi tertahan, perlahan jatuh di pipi. Rida memelukku. 1 menit, 2 menit, 5 menit,... entah berapa menit waktu dibiarkan Rida berlalu untuk aku menangis. “Kok bisa?” kalimat pertama Rida setelah melihatku menghapus air mata.
            Dengan kekuatan yang tersisa aku mencoba berbicara tanpa harus mengeluarkan air mata. “Intinya gue juga penasaran Rid, kenapa bisa ada disini? Mungkinkah ada orang lain yang memilikinya?” jelasku.
            “Setahu gue cuma elo dan dia yang punya. Ini asli kok desainnya” jawab Rida.
            “Sekarang jawaban yang benar adalah, dibuang karena tidak memiliki arti sama sekali di matanya. Atau mingkin sudah dikasih sama orang lain, terus dibuang deh sama tu orang”  ujarku penuh keyakinan.
            Melihat dari sorot mata Rida, ia tak percaya. Maklum Rida memang menganal baik aku dan dia. Bisa di bilang Rida adalah saksi hubungan yang harmonis yang kemudian hancur dengan sekejab. “Ya udahlah. Sekarang mendingan elo simpen. Terus kita mandi and cabut. Bukankah niat kita kesini buat liburan?” kata Rida mengajakku kembali ke kamar hotel.
            Baru beberapa langkah, aku medengar pertengkaran hebat di lorong dekat lobi. Hal membuat aku harus berhenti dan KEPO ketika diantara suara itu ada yang menyebut benda yang mungkin adalah benda yang kami perbincangkan barusan. “Itu menurut elo. Enggak buat gue. Asal lo tahu, gelang itu sangat berarti buat gue”. Jelas kata itu terdengar. Aku menarik tangan Rida untuk lebih mendekat ke arah sumber suara.
            “Kenapa sih?” tanya Rida kebingungan.
            Aku hanya diam dan pokus mendengar. Untungnya Rida mengerti dan ikut menguping. Tanpa seizinku, Rida mengambil benda yang ada di tanganku dan berjalan mendekati kedua orang tersebut. “Apa ini yang kalian maksud?” tanya Rida tanpa basa-basi.
Mereka menatap benda yang ditunjukkan Rida. Tanpa ragu, gadis itu merebutnya dari tangan Rida. “Iya bener. Makasih ya” ujarnya kemudian meninggalkan Rida dan entah siapa cowok itu.
“Maaf, dia memang seperti itu” ujar itu cowok kepada Rida. “sekali lagi makasih ya” sambungnya.
“Sorry, kalo boleh tau kok bisa itu gelang milik dia?” tanya Rida tanpa ragu.
Cowok itu mengangkat kedua bahunya dan menggelangkan kepala.
Entah dari mana keberanian, aku mendekati cowok itu dan “gue mohon, cari tahu kenapa gelang itu ada di dia?”
Aku melihat tatapan kebingungan dari itu cowok. Dan pada akhirnya menganggukan kepala.
*****
           Kejadian tadi sore membuatku terus terbayang sosok yang selama ini ku coba lupakan. Aku menatap langit malam, berharap ada sesuatu yang bisa aku temukan.
        “Kay..” suara Rida kembali memcahkan lamunanku. Rida merangkulku, kemudian mengikutiku menatap langit. “Tadinya gue pikir liburan kali ini bisa buat lo bahagia. Tapi ternyata lo malah kayak gini” kata Rida membuka pembicaraan.
             “Gak papa kok Rid. Lagian ini bukan salah lo. Sebagai seorang sahabat, lo sudah melakukan banyak hal baik buat gue. Gue tetep seneng kok. Kan geratis” jawabku membuat kami tersenyum.
            “Ya udah. Masuk yuk! udah malem. Entar lo masuk angin lagi”
            Aku melihat Rida sudah tertidur pulas. Sedangkan mataku tetap tak ingin pejam. Aku berjalan ke arah tas ransel yang ada di samping meja rias. Ku ambil notes kecil bergambar bintang.
Entah mengapa semua terjadi diantara kita
Kita bertemu tanpa di duga
Berjalan melewati setiap cerita
Dan kemudian menciptakan satu cerita
Kau jadi malaikat tanpa sayap
Kau temani setiap hariku dengan penuh canda tawa
Tahukah kau?
Kau itu udara bagiku
Kau itu nafasku

Namun kini aku tak tahu kau dimana,
Dengan siapa?
Sedang apa?
Bahkan aku tak tahu berapa kali namumu melintasi pikiranku
Berapa banyak air mataku yang jatuh hanya untukmu

Setelah kau melangkah pergi,
Pernahkah kau berpikir tentangku
Atau sekali saja hingga hari ini, pernahkah namaku melintasi pikiranmu?

Sungguh ak meridukanmu
Merindukan setiap jejak tentangmu.
             Tulisan apa yang telah tercipta barusan. Mungkin tak ada arti, namun ini membuatku sedikit tenang hingga mata yang tak ingin pejam memulai untuk terpejam.
*****
            Cahaya mentari menyilaukanku. Tersadar bahwa aku tertidur di bangku meja rias. Aku melihat ke arah ranjang, namun sudah rapi tanpa Rida. Aku berjalan ke kamar mandi...
            Setelah merasa segar dan nyaman dengan kaos oblong dan jeans, aku berjalan ke luar. Mataku tertuju pada dua orang yang asik ngobrol. Aku berjalan mendekati mereka. “Sudah bangun lo?” tanya Rida ketika aku duduk di antara mereka. Jelasku pandang bahwa di sampingku adalah cowok kemarin.
            “Yupz” ujarku kumudian menyerobot gelas teh Rida di meja.
            Untuk beberapa saat mereka terdiam menatapku yang asik menikmati teh dan snack milik Rida. “Kenapa?” tanyaku pada mereka setelah menguyah snack. “Apa ada yang aneh? Atau elo udah tau tentang gelang itu?” sambungku tanpa basa-basi.
            Rida menganggukan kepala kemudian memberi kode pada tu cowok untuk kembali bercerita. Dengan serius aku mendengar setiap kata yang keluar dari mulut mereka. Sampai akhirnya aku kembali meneteskan air mata.  Tanpa peduli dengan mereka aku berlari keluar.
            Apa yang terjadi antara aku dan alam? Entahlah... yang aku tahu saat ini hujan kembali turun membuat semua orang tak perlu tahu bahwa air mataku bersama rintikan hujan menyatu. Aku ingin menjerit sekuat mungkin. Aku ingin berlari sejauh mungkin. Hingga tak bisa lagi ku temukan jejak masa lalu yang menyedihkan.
            Seberapa jauh jalan yang telah ku lewati, hingga mentari yang indah perlahan pergi. Awan putih berganti kelam. Deru ombak pantai semakin kuat terdengar. Burung-burung terbang bersama entah kemana. Antara percaya dengan tidak aku temukan sosok itu kembali. Ia berjalan mendekatiku dengan senyum yang sama. Senyum yang menemaniku cukup lama. Tubuh yang kuat dan mempesona.
            Tanpa ragu ia memelukku. Seolah waktu kembali pada saat yang lalu. Dengan terbata-bata dan mata berkaca-kaca, aku mulai berbicara.
“Aku tak tahu siapa sebenarnya gadis itu? yang aku tahu gadis itu adalah orang yang berarti untukmu. Hingga sampai kau benar-benar pergi dia tetap berada disisimu.” Kata yang mengakhiri suaraku.
Dia diam menatapku. dan menghapus air mata yang terjatuh di pipiku. Lalu dia mengeluarkan benda yang sama dari sakunya. Ya, gelang milik kami berdua yang ia desain sendiri sebagai kado spesial ulang tahunku, 2 tahun yang lalu. Dia buka kelima jariku, dan diletakannya benda itu....
Apalagi yang terjadi? Aku tak tahu.
“Kay, lo udah sadar?” tanya Rida ketika aku membuka mata.
Aku melihat sekitarku. Ini bukan pantai. Lalu... aku tak mengerti dengan apa yang terjadi. Mengapa saat ini aku terbaring di rumah sakit.
“Kay, lo gak papa kan?” Rida kembali bertanya dengan muka yang cemas.
“Apa yang sebenarnya terjadi?” tanyaku tanpa peduli dengan keadaanku saat ini.
“Kita nemuin lo pingsan di pantai. Untung aja lo gak terbawa arus ombak yang kuat.” Katanya menghiburku. Aku tahu Rida selalu ingin membuatku tersenyum dan tertawa dalam kondisi apapun. “Kalo lo terbawa omba, bisa habis gue sama ortu lo” sambungnya lagi.
Aku mencoba mengingat kejadian di pantai. “Iya. Tadi jelas aku bertemu dengannya. Bahkan dia memelukku begitu erat. Tapi..” aku tidak melanjutkan perkataanku. Sebab aku pun tidak tahu apa yang terjadi setelah itu.
Rida memelukku. “Gue harep setelah ini, lo bisa tersenyum dan bahagia” bisiknya di telingaku. Rida melepas pelukkannya. Ia mengeluarkan amplop berwarna biru bergambar bintang dari sakunya. “Gadis itu yang memberikannya untukmu. Wiandra menitipkannya sebelum pergi” jelas Rida.
“Kenapa baru sekarang? Kenapa tidak dari dulu?” tanyaku setelah menerimanya.
“Itu keinginan Wiandra. Wiandra menyuruhnya memberikan langsung padamu ketika mereka di Swiss. Niatnya minggu depan setelah liburan. Tapi karena kita bertemu di sini....” jelas Rida.
“Sekarang mereka dimana?” tanyaku.
“Dia sudah kembali ke Jakarta”
“Apa lo tahu siapa dia?”
“Dia adik satu-satunya Wiandra yang selama ini tinggal di Swiss. Dia tahu itu elo. Makanya dia ninggalin kita, karena dia enggak bisa menatap lo saat itu. Di kamar  ia menangis merindukan abangnya Wiandra. Jadi Alex, eggak seutuhnya cerita sama kita tadi pagi.” Rida mengelurkan selembar foto Wiandra dengan seorang gadis. Di bawa foto tertulis WIANDRA & WIANOVI. Mereka memang mirip. Hanya saja gadis itu masih telihat kecil tidak seperti sekarang. CantiK, telihat lebih dewasa. “Dia enggak nyangka gelang ini di temukan oleh orang yang memang pantas menemukannya” Rida memberikan gelang itu padaku. “Ini milik elo dan dia. Jadi sudah sepantasnya lo nyimpen”...
*****
Liburan yang tidak akan aku lupakan. Sebab liburan kali ini memberi tahuku bahwa aku mencitaimu selalu. Tak peduli seberapa jauh kau pergi meninggalkanku. WIANDRA. Ku buka amplop dari Rida.
Dear My Lovely

Bagaimana kabarmu saat ini? Aku harap kau baik-baik saja.
Sibuk apa kau sekarang? Aku harap kau sukses meraih cita-citamu.
Apa kau sudah menemukan orang yang baik? Ku harap begitu.

Wahai kau cinta,
Aku tak berniat pergi darimu
Aku hanya tak ingin kau meneteskan air mata untuk seorang seperti aku

Seperti yang kita tahu,
Kita bertemu tanpa di duga
Kita berbagi cerita hingga menjadi satu cerita
Hingga akhirnya kita harus berpisah

Wahai kau cinta,
Kau selalu merasa dirimu tak sempurna
Tak pantas aku cinta
Tak pantas aku jaga
Pernahkah kau berpikir? Bahwa kau anugrah terindah.

Tuhan tak memberikan apa yang kita inginkan melainkan apa yang kita butuhkan, mungkin kau tak menginginkan aku begitu pula diriku saat itu. tapi pernahkah kita berpikir bahwa kita ini membutuhkan satu sama lain. Terbukti hingga saat ini. Karena kita saling mencintai.

Aku mencintaimu, tak peduli kekuranganmu
Aku mencintamu, tak peduli orang berkata ini itu
Dan Aku mencintaimu, tak peduli seberapa singkat waktuku
Karena bagiku KAU wanita terindah
Wanita terhebat setelah MAMA dan WIANOVI

Wahai kau cinta,
Terima kasih atas cintamu
Terima kasih atas kesabaranmu
Terima kasih atas ketulusanmu
Terima kasih atas WAKTUMU

Perpisahan terjadi bukan karena kau dan aku
Bukan karena Tuhan tak izinkan kita menyatu
Tapi karena perpisahan memang harus terjadi di setiap waktu
Percayalah cintaku, kau terbaik disisa waktu

Jaga dirimu untukku dan untukmu
Aku titipkan itu gelang padamu dan berikan pada orang yang kau cintai dan mencintamu. Tak perlu dia tahu, cukup gelang itu menjadi saksi kisah cinta yang Tuhan kirim untukmu sebagai kado terakhirku yang pernah mencintamu.

Derai air mataku seolah tak akan pernah berlalu. Kecewaku, sedihku, bahagiaku menjadi satu. Kecewa karena aku tak berada disampingnnya ketika sakit. Sedih karena waktu terlalu singkat dan bahagia karena aku tau dia mencintaiku setulus hatinya. Aku cium gambarnya di handphonku, ku peluk gelang hadiah terindah untukku.
“Selamat jalan cintaku di duniamu yang baru...” bisiku dalam hati.
Terkadang perpisahanlah yang memberi tahu kita arti cinta yang sebenarnya. Cinta memang tak harus memiliki bila memang kita mencintai. Kerena cinta tak butuh alasan untuk pamrih. Melainkan cinta hanya membutuhkan ketulusan untun bertahan, menutupi, menjaga, dan membiarkannya tumbuh atau pun layu bersama waktu. 
SELESAI....