Hujan lagi, hujan lagi. Untuk
sebagian orang mungkin hujan adalah kejadian alam yang biasa saja. Tapi tidak
denganku. Aku sependapat sama mereka yang menyukai hujan dengan berbagai
alasan. Hujan adalah sahabat dan selamanya akan tetap menjadi sahabat dalam
hidupku. Aku tak peduli dengan air yang membasahi tubuhku, bila memang hujan
turun saat aku di jalanan. Seperti kata orang dewasa dulu “hujan adalah
berkah”.
Aku menatap rintikan hujan dari
jendela kamar. Sesekali aku melihat awan yang mulai menghitam. Entah mengapa,
aku merasa ingin berjalan keluar. Ku nikmati rintikan hujan hingga tersadar aku
menemukan sesuatu yang tak asing.
“Kay..” tiba-tiba suara orang
memecahkan lamunanku atas benda yang baru saja ku temukan. Suara itu tak lain
datang dari sahabatku Rida. “Ngapain lo bengong disini? Mana hujan lagi”
sambungnya. Kemudian menarik tanganku berjalan masuk. Aku memberikan benda yang
sedari tadi ku pegang saat kami sudah mengambil tempat yang nyaman untuk
berbincang. Rida terdiam melihat benda itu. Mungkin pikirannya sama dengan
pikiranku ketika pertama melihat benda itu.
Setelah beberapa saat kami terdiam,
akhirnya air mata yang mungkin dari tadi tertahan, perlahan jatuh di pipi. Rida
memelukku. 1 menit, 2 menit, 5 menit,... entah berapa menit waktu dibiarkan
Rida berlalu untuk aku menangis. “Kok bisa?” kalimat pertama Rida setelah
melihatku menghapus air mata.
Dengan kekuatan yang tersisa aku
mencoba berbicara tanpa harus mengeluarkan air mata. “Intinya gue juga
penasaran Rid, kenapa bisa ada disini? Mungkinkah ada orang lain yang
memilikinya?” jelasku.
“Setahu gue cuma elo dan dia yang
punya. Ini asli kok desainnya” jawab Rida.
“Sekarang jawaban yang benar adalah,
dibuang karena tidak memiliki arti sama sekali di matanya. Atau mingkin sudah dikasih
sama orang lain, terus dibuang deh sama tu orang” ujarku penuh keyakinan.
Melihat dari sorot mata Rida, ia tak
percaya. Maklum Rida memang menganal baik aku dan dia. Bisa di bilang Rida
adalah saksi hubungan yang harmonis yang kemudian hancur dengan sekejab. “Ya
udahlah. Sekarang mendingan elo simpen. Terus kita mandi and cabut. Bukankah
niat kita kesini buat liburan?” kata Rida mengajakku kembali ke kamar hotel.
Baru beberapa langkah, aku medengar
pertengkaran hebat di lorong dekat lobi. Hal membuat aku harus berhenti dan
KEPO ketika diantara suara itu ada yang menyebut benda yang mungkin adalah
benda yang kami perbincangkan barusan. “Itu menurut elo. Enggak buat gue. Asal
lo tahu, gelang itu sangat berarti buat gue”. Jelas kata itu terdengar. Aku
menarik tangan Rida untuk lebih mendekat ke arah sumber suara.
“Kenapa sih?” tanya Rida
kebingungan.
Aku hanya diam dan pokus mendengar.
Untungnya Rida mengerti dan ikut menguping. Tanpa seizinku, Rida mengambil
benda yang ada di tanganku dan berjalan mendekati kedua orang tersebut. “Apa
ini yang kalian maksud?” tanya Rida tanpa basa-basi.
Mereka
menatap benda yang ditunjukkan Rida. Tanpa ragu, gadis itu merebutnya dari
tangan Rida. “Iya bener. Makasih ya” ujarnya kemudian meninggalkan Rida dan
entah siapa cowok itu.
“Maaf,
dia memang seperti itu” ujar itu cowok kepada Rida. “sekali lagi makasih ya”
sambungnya.
“Sorry,
kalo boleh tau kok bisa itu gelang milik dia?” tanya Rida tanpa ragu.
Cowok
itu mengangkat kedua bahunya dan menggelangkan kepala.
Entah
dari mana keberanian, aku mendekati cowok itu dan “gue mohon, cari tahu kenapa
gelang itu ada di dia?”
Aku
melihat tatapan kebingungan dari itu cowok. Dan pada akhirnya menganggukan
kepala.
*****
Kejadian tadi sore membuatku terus
terbayang sosok yang selama ini ku coba lupakan. Aku menatap langit malam,
berharap ada sesuatu yang bisa aku temukan.
“Kay..” suara Rida kembali memcahkan
lamunanku. Rida merangkulku, kemudian mengikutiku menatap langit. “Tadinya gue
pikir liburan kali ini bisa buat lo bahagia. Tapi ternyata lo malah kayak gini”
kata Rida membuka pembicaraan.
“Gak papa kok Rid. Lagian ini bukan salah lo.
Sebagai seorang sahabat, lo sudah melakukan banyak hal baik buat gue. Gue tetep
seneng kok. Kan geratis” jawabku membuat kami tersenyum.
“Ya udah. Masuk yuk! udah malem.
Entar lo masuk angin lagi”
Aku melihat Rida sudah tertidur
pulas. Sedangkan mataku tetap tak ingin pejam. Aku berjalan ke arah tas ransel
yang ada di samping meja rias. Ku ambil notes kecil bergambar bintang.
Entah mengapa semua
terjadi diantara kita
Kita bertemu tanpa di
duga
Berjalan melewati
setiap cerita
Dan kemudian
menciptakan satu cerita
Kau jadi malaikat tanpa
sayap
Kau temani setiap
hariku dengan penuh canda tawa
Tahukah kau?
Kau itu udara bagiku
Kau itu nafasku
Namun kini aku tak tahu
kau dimana,
Dengan siapa?
Sedang apa?
Bahkan aku tak tahu
berapa kali namumu melintasi pikiranku
Berapa banyak air
mataku yang jatuh hanya untukmu
Setelah kau melangkah
pergi,
Pernahkah kau berpikir
tentangku
Atau sekali saja hingga
hari ini, pernahkah namaku melintasi pikiranmu?
Sungguh ak meridukanmu
Merindukan setiap jejak
tentangmu.
Tulisan apa yang telah tercipta barusan.
Mungkin tak ada arti, namun ini membuatku sedikit tenang hingga mata yang tak
ingin pejam memulai untuk terpejam.
*****
Cahaya mentari menyilaukanku.
Tersadar bahwa aku tertidur di bangku meja rias. Aku melihat ke arah ranjang,
namun sudah rapi tanpa Rida. Aku berjalan ke kamar mandi...
Setelah merasa segar dan nyaman
dengan kaos oblong dan jeans, aku berjalan ke luar. Mataku tertuju pada dua
orang yang asik ngobrol. Aku berjalan mendekati mereka. “Sudah bangun lo?”
tanya Rida ketika aku duduk di antara mereka. Jelasku pandang bahwa di
sampingku adalah cowok kemarin.
“Yupz” ujarku kumudian menyerobot
gelas teh Rida di meja.
Untuk beberapa saat mereka terdiam
menatapku yang asik menikmati teh dan snack milik Rida. “Kenapa?” tanyaku pada
mereka setelah menguyah snack. “Apa ada yang aneh? Atau elo udah tau tentang
gelang itu?” sambungku tanpa basa-basi.
Rida menganggukan kepala kemudian
memberi kode pada tu cowok untuk kembali bercerita. Dengan serius aku mendengar
setiap kata yang keluar dari mulut mereka. Sampai akhirnya aku kembali
meneteskan air mata. Tanpa peduli dengan
mereka aku berlari keluar.
Apa yang terjadi antara aku dan
alam? Entahlah... yang aku tahu saat ini hujan kembali turun membuat semua
orang tak perlu tahu bahwa air mataku bersama rintikan hujan menyatu. Aku ingin
menjerit sekuat mungkin. Aku ingin berlari sejauh mungkin. Hingga tak bisa lagi
ku temukan jejak masa lalu yang menyedihkan.
Seberapa jauh jalan yang telah ku
lewati, hingga mentari yang indah perlahan pergi. Awan putih berganti kelam.
Deru ombak pantai semakin kuat terdengar. Burung-burung terbang bersama entah
kemana. Antara percaya dengan tidak aku temukan sosok itu kembali. Ia berjalan
mendekatiku dengan senyum yang sama. Senyum yang menemaniku cukup lama. Tubuh
yang kuat dan mempesona.
Tanpa ragu ia memelukku. Seolah
waktu kembali pada saat yang lalu. Dengan terbata-bata dan mata berkaca-kaca,
aku mulai berbicara.
“Aku
tak tahu siapa sebenarnya gadis itu? yang aku tahu gadis itu adalah orang yang
berarti untukmu. Hingga sampai kau benar-benar pergi dia tetap berada disisimu.”
Kata yang mengakhiri suaraku.
Dia
diam menatapku. dan menghapus air mata yang terjatuh di pipiku. Lalu dia
mengeluarkan benda yang sama dari sakunya. Ya, gelang milik kami berdua yang ia
desain sendiri sebagai kado spesial ulang tahunku, 2 tahun yang lalu. Dia buka
kelima jariku, dan diletakannya benda itu....
Apalagi
yang terjadi? Aku tak tahu.
“Kay,
lo udah sadar?” tanya Rida ketika aku membuka mata.
Aku
melihat sekitarku. Ini bukan pantai. Lalu... aku tak mengerti dengan apa yang
terjadi. Mengapa saat ini aku terbaring di rumah sakit.
“Kay,
lo gak papa kan?” Rida kembali bertanya dengan muka yang cemas.
“Apa
yang sebenarnya terjadi?” tanyaku tanpa peduli dengan keadaanku saat ini.
“Kita
nemuin lo pingsan di pantai. Untung aja lo gak terbawa arus ombak yang kuat.”
Katanya menghiburku. Aku tahu Rida selalu ingin membuatku tersenyum dan tertawa
dalam kondisi apapun. “Kalo lo terbawa omba, bisa habis gue sama ortu lo”
sambungnya lagi.
Aku
mencoba mengingat kejadian di pantai. “Iya. Tadi jelas aku bertemu dengannya.
Bahkan dia memelukku begitu erat. Tapi..” aku tidak melanjutkan perkataanku.
Sebab aku pun tidak tahu apa yang terjadi setelah itu.
Rida
memelukku. “Gue harep setelah ini, lo bisa tersenyum dan bahagia” bisiknya di
telingaku. Rida melepas pelukkannya. Ia mengeluarkan amplop berwarna biru bergambar
bintang dari sakunya. “Gadis itu yang memberikannya untukmu. Wiandra
menitipkannya sebelum pergi” jelas Rida.
“Kenapa
baru sekarang? Kenapa tidak dari dulu?” tanyaku setelah menerimanya.
“Itu
keinginan Wiandra. Wiandra menyuruhnya memberikan langsung padamu ketika mereka
di Swiss. Niatnya minggu depan setelah liburan. Tapi karena kita bertemu di
sini....” jelas Rida.
“Sekarang
mereka dimana?” tanyaku.
“Dia
sudah kembali ke Jakarta”
“Apa
lo tahu siapa dia?”
“Dia
adik satu-satunya Wiandra yang selama ini tinggal di Swiss. Dia tahu itu elo.
Makanya dia ninggalin kita, karena dia enggak bisa menatap lo saat itu. Di
kamar ia menangis merindukan abangnya Wiandra.
Jadi Alex, eggak seutuhnya cerita sama kita tadi pagi.” Rida mengelurkan
selembar foto Wiandra dengan seorang gadis. Di bawa foto tertulis WIANDRA &
WIANOVI. Mereka memang mirip. Hanya saja gadis itu masih telihat kecil tidak
seperti sekarang. CantiK, telihat lebih dewasa. “Dia enggak nyangka gelang ini
di temukan oleh orang yang memang pantas menemukannya” Rida memberikan gelang
itu padaku. “Ini milik elo dan dia. Jadi sudah sepantasnya lo nyimpen”...
*****
Liburan
yang tidak akan aku lupakan. Sebab liburan kali ini memberi tahuku bahwa aku
mencitaimu selalu. Tak peduli seberapa jauh kau pergi meninggalkanku. WIANDRA.
Ku buka amplop dari Rida.
Dear My Lovely
Bagaimana kabarmu saat ini? Aku harap kau baik-baik saja.
Sibuk apa kau sekarang? Aku harap kau sukses meraih
cita-citamu.
Apa kau sudah menemukan orang yang baik? Ku harap begitu.
Wahai kau cinta,
Aku tak berniat pergi darimu
Aku hanya tak ingin kau meneteskan air mata untuk seorang
seperti aku
Seperti yang kita tahu,
Kita bertemu tanpa di duga
Kita berbagi cerita hingga menjadi satu cerita
Hingga akhirnya kita harus berpisah
Wahai kau cinta,
Kau selalu merasa dirimu tak sempurna
Tak pantas aku cinta
Tak pantas aku jaga
Pernahkah kau berpikir? Bahwa kau anugrah terindah.
Tuhan tak memberikan apa yang kita inginkan melainkan apa
yang kita butuhkan, mungkin kau tak menginginkan aku begitu pula diriku saat
itu. tapi pernahkah kita berpikir bahwa kita ini membutuhkan satu sama lain.
Terbukti hingga saat ini. Karena kita saling mencintai.
Aku mencintaimu, tak peduli kekuranganmu
Aku mencintamu, tak peduli orang berkata ini itu
Dan Aku mencintaimu, tak peduli seberapa singkat waktuku
Karena bagiku KAU wanita terindah
Wanita terhebat setelah MAMA dan WIANOVI
Wahai kau cinta,
Terima kasih atas cintamu
Terima kasih atas kesabaranmu
Terima kasih atas ketulusanmu
Terima kasih atas WAKTUMU
Perpisahan terjadi bukan karena kau dan aku
Bukan karena Tuhan tak izinkan kita menyatu
Tapi karena perpisahan memang harus terjadi di setiap waktu
Percayalah cintaku, kau terbaik disisa waktu
Jaga dirimu untukku dan untukmu
Aku titipkan itu gelang padamu dan berikan pada orang yang
kau cintai dan mencintamu. Tak perlu dia tahu, cukup gelang itu menjadi saksi
kisah cinta yang Tuhan kirim untukmu sebagai kado terakhirku yang pernah
mencintamu.
Derai
air mataku seolah tak akan pernah berlalu. Kecewaku, sedihku, bahagiaku menjadi
satu. Kecewa karena aku tak berada disampingnnya ketika sakit. Sedih karena
waktu terlalu singkat dan bahagia karena aku tau dia mencintaiku setulus
hatinya. Aku cium gambarnya di handphonku, ku peluk gelang hadiah terindah
untukku.
“Selamat jalan cintaku
di duniamu yang baru...” bisiku dalam hati.
Terkadang
perpisahanlah yang memberi tahu kita arti cinta yang sebenarnya. Cinta memang
tak harus memiliki bila memang kita mencintai. Kerena cinta tak butuh alasan
untuk pamrih. Melainkan cinta hanya membutuhkan ketulusan untun bertahan,
menutupi, menjaga, dan membiarkannya tumbuh atau pun layu bersama waktu.
SELESAI....