Translate

Selasa, Desember 4

MUTIARA DI UJUNG BADAI

Putri, seorang gadis yang memiliki keinginan menjadi seorang penulis. Hari demi hari ia lewati dengan penuh semangat sekalipun ia tidak merasakan kasih sayang seorang ayah. Ibunya bekerja sebagai tukang cuci di rumah tetangga. Sedangkan adiknya masih duduk di bangku sekolah dasar.
“Put maafkan ibu yang tidak bisa membiayai sekolahmu sampai perguruan tinggi” kata Ibu ketika mereka selesai menunaikan ibadah sholat isya.
Putri tersenyum, lalu “ndak papa kok bu, Putri akan giat belajar. Supaya Putri bisa ikut beasiswa.”
Putri memang anak yang kuat dan sabar, meski keluarga serba berkecukupan namun ia tetap bisa merasakan sekolah di SMA favorit. Sejak ayahnya meninggal dunia, ia membantu ibunya bekerja di mini market dekat sekolah.
*****
Bel pulang sekolah berbunyi, kali ini Putri tidak langsung ke mini market malainkan pulang ke rumah. Tiba-tiba perasaan Putri tak enak, apalagi ketika ia melihat orang-orang ramai berlari ke arah rumahnya.
Betapa terkejutnya Putri saat meliahat rumah yang selama ini menjadi satu-satunya tempat berteduh kini terbakar. Air mata yang selalu tersimpan rapat di hadapan orang seolah tak malu untuk menetes dengan mudahnya.
Ibu yang tampaknya lemah tak berdaya mendekati anak sulungnya, dengan erat ia mendekap. Semua orang di sekitar ikut terharu dan berbondong-bondong membantu, berharap masih ada sesuatu yang bisa di harapkan.
Hati kecil Putri bertanya pada sang maha perkasa, “Ya Allah, sekuat apakah hamba? Hingga kau beri cobaan seberat ini,” betapa tidak dahulu ia harus kehilangan seorang Ayah dan kini harus kehilangan tempat tinggal keluarga kecilnya.
“Yang sabar Put” seorang wanita yang usianya tak jauh berbeda dari ibu memeluknya perihatin.
“Bibik, paman” saut Putri ketika melihat wajah yang tak asing dihadapannya.
            “Sekarang apa yang Putri harus lakukan bik?” tanya Putri mencoba untuk kuat dan sabar. Putri tak ingin kesedihannya berlarut, karena ia tau ibu dan adiknya masih terpukul dan hanya dia satu-satunya harapan yang harus bangkit memberi kekuatan.
*****
Setelah kejadian kebakaran itu, Putri, adik dan ibunya di kasih tempat tinggal sementara oleh warga setempat. Awalnya mereka akan di bangunkan rumah di tanah mereka sendiri, tempat kejadian kebakaran. Namun paman tidak setuju karena usulnya setelah Putri lulus SMA, Putri, adik dan ibunya akan di bondong ke Bandung untuk tinggal bersama. Jadi kepala Desa memutuskan akan memberikan tempat tinggal sementara.
Waktu terus berjalan, kini Putri sudah lulus SMA dan pindah ke Bandung. Suasanapun baru namun tidak membuat Putri lupa akan kenangan di Desa. Bahkan Putri dan keluarga sering pulang ke Desa untuk berziarah ke makam ayah.
“Put apa kamu tak ada niat untuk melanjutkan kuliah?” tanya paman ketika mereka berkumpul bersama. Putri hanya tersenyum. “Sayang bila kecerdasanmu di sia-siakan begitu saja” sambung paman.
Putri hanya diam mendengar ucapan pamannya. Terlintas di pikiran Putri keinginan yang dulu memotivasinya menjadi seorang penulis namun ia sadar hal yang terpenting saat ini adalah melihat adik dan ibunya bahagia.
            Ibu yang tadi hanya diam tersentak berbicara, “Ia berharap bisa ikut beasiswa”.     
            “Itu bagus, paman bisa membantu kamu!”
            Dengan percaya diri Putri menolak, “Putri bukan tidak ingin lagi melanjutkan kuliah, tapi sekarang Putri mau pokus mengajar santri mengaji paman, bukankan itu juga hal yang mulia”
            “Putri, kuliah tidak menghabiskan waktumu. Kamu bisa membagi jadwal kuliahmu dengan mengajar santri. Paman hanya ingin masa depanmu lebih baik dari ini”
            “Terima kasih paman! Putri tau paman peduli sama Putri tapi sepertinya untuk saat ini biarkan Putri menikmati apa yang sudah Allah kasih. Putri yakin suatu saat nanti Putri bisa meraih cita-cita Putri”
            Tiba-tiba datang seseoarang dari balik pintu mengucap salam. “Assalamualaikum..”
            “Waalaikum salam” jawab semua yang ada di ruangan. Putri membukakann pintu. “Pak ustat” kata Putri ketika melihat seorang laki-laki separoh baya dengan wajah yang amat santun. Paman ikut berdiri dan mempersilakan masuk.
            Tanpa basa-basi pak ustat memberi kabar bahwa karya tulis Putri yang tak sengaja ia kirim terpilih menjadi juara. Betapa terkejutnya Putri karya yang ia sangka hilang ternyata di ada pak Ustat.
            “Maaf pak ustat sebelumnya!,  kok bisa tulisan itu ada di bapak?”
            Pak ustat menceritakan kronoligis ia menemukan tulisan itu. “Begitulah ceritanya, saya pikir kumpulan apa, awalnya ingin saya tanyakan pada Putri tapi karena saya ada urusan mendadak keluar kota jadi tidak sempat. Selama perjalanan dan waktu kosong, saya membaca tulisan itu dan ternyata di akhir cerita ada nama pengarang. Putri khoirunnisa, setau saya itu nama lengkap Putri. Karena karya Putri menurut saya sangat bagus ia saya kirim saja ke Pak Widodo yang bekerja di penerbitan.”
            Kami semua bahagia, khususnya ibu dan paman. Kelihatan sangat mereka kagum akan prestasi Putri. Sepertiga malam Putri bangun menunaikan ibadah sholat tahajut, ia tidak lupa mengucap syukur dan memohan jalan cita-citanya di permuda Allah SWT.
*****
            Waktu yang dinanti-nanti kini telah tiba, setelah menjadi juara dalam lomba karya tulis beberapa bulan yang lalu oleh pak ustat, Novel Putri pun terbit dan beredar di setiap toko buku. Nama Putri menjadi pembicaraan di media cetak dan media masa atas novel yang berjudul Rumahku. Kisah nyata yang di angkat dari kehidupannya sendiri. Tidak hanya itu Putri juga sudah membuat beberapa buku cerita anak.
            “Terima kasih Ya Allah! Atas semua yang telah engkau beri pada hamba. Memang akan ada hikmah di balik sebuah permasalahan. Mungkin tanpa adanya kebakaran itu, Putri tidak akan tinggal di Bandung dan mengenal Pak ustat yang sangat baik pada Putri”. Ucap Putri ketika selasai melaksanakan sholat ashar di masjid. Putri terus bersyukur dan memanjatkan doa. Pak ustat yang tak sengaja mendengar mendekati Putri.
            “Allah sangat menyayangi Putri, itulah alasan kenapa Allah memberi cobaan seberat itu pada Putri. Dan sekarang Putri sadarkan bahwa setiap yang terjadi itu pasti ada balasannya. Sekarang ini adalah hasil dari kesabaran Putri. Ya bisa kita bilang mutiara di ujung badai”
            “Wah bagus sekali pak ustat kata-katanya, mutiara di ujung badai”
            “Jangan bilang Putri mau buat cerita dan judulnya Mutiara di ujung badai”
Putri dan pak ustat pun kompak tertawa.

SELESAI

Mr.D


Aku mengenalmu dari sudut terkecil luasnya cakrawala
Banyak hal yang belum aku tau dan tak perlu tau
Entah apakah aku cinta?
Atau sekedar kagum semata

Aku menyimpanmu dalam diamku
Tak berani aku menatap matamu yang begitu mahal untukku

Kini aku kecewa dengan rasa yang ku punya
Aku membuat semua berubah
Kau yang dulu tampak akrab telah tunduk diam tak ingin bersuara