BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelas kata termasuk salah satu topik yang selalu menjadi
problem dalam analisis bahasa. Dapat dikatakan tiap aliran zaman, mempunyai
caranya sendiri untuk membicarakan kelas kata. Istilah kelas kata disebut jenis
kata dalam tata bahasa tradisional.
Makalah ini sengaja dibuat agar kita dapat mengetahui
dan memperdalam ilmu mengenai salah satu jenis kelas kata yaitu Verba. Data ini
ini di dapatkan dari beberapa sumber, diantaranya buku.Verba adalah kata kerja.
1.2 Permasalahan
- Apa yang dimaksud dengan verba?
- Ciri-ciri verba!
- Bagaimana verba dilihat dari
bentuknya?
- Bagaimana morfologi verba beserta
simantiknya?
- Bagaiman perilaku sintaktis verba
1.3 Tujuam
- Agar mahasiswa dapat memahami apa
itu verba.
- Mahasiswa dapat mengetahui dan
memahami ciri-ciri verba.
- Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami verba
dilihat dari bentuknya.
- Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami verba
beserta simantiknya.
- Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami bagaimana
perilaku sintaksis verba.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Verba
1) Versi Tradisional
Dalam tatabahasa tradisional, jenis kata ialah golongan kata yang
mempunyai kesamaan bentuk, fungsi, dan perilaku sintaksisnya. Kata kerja
(verba) adalah semua kata yang menyatakan perbuatan atau laku (Verhaar,
1997:83-85).
2) Versi
Keraf
Dalam penjenisan kata, menggunakan
kriteria kesamaan morfem-morfem yang membentuk kata-kata itu, atau juga
kesamaan ciri dan sifat dalam membentuk kelompok katanya. Kata kerja (verba)
adalah segala macam kata yang dapat diperluas dengan kelompok kata "dengan
+ kata sifat" (Gorys Keraf, 1970) .
3) Versi
Ramlan
Dalam buku Pedoman Penulisan Tata Bahasa
Indonesia (Editor Rusyana & Samsuri, 1976), M. Ramlan mengemukakan bahwa
penggolongan kata dalam tatabahasa struktural tidak ditentukan berdasarkan
arti, melainkan secara gramatikal, berdasarkan sifat atau perilakunya dalam
membentuk satu golongan kata.
Menurut versi Ramlan, kata kerja adalah
golongan dari kata ajektiva yaitu semua kata yang tidak dapat menduduki tempat
objek, dan yang dinegatifkan dengan kata tidak. Kata golongan ini dapat juga
dinegatifkan dengan kata bukan apabila dipertentangkan dengan keadaan lain. Misalnya:
Ia bukan menulis, melainkan menggambar.
4) Versi
Kridalaksana
Kridalaksana dalam bukunya, Kelas Kata
dalam Bahasa Indonesia (1986), menjelaskan bahwa dilihat dari bentuknya, verba
dibedakan atas: (a) verba dasar, (b) verba turunan yang terdiri atas verba
berafikas, verba bereduplikasi, dan verba berproses gabung.
Disamping itu, verba juga dibedakan lagi
berdasarkan banyaknya argument, hubungannya dengan nomina, interaksi dengan
nomina pendamping, sudut referensi argument, ketuntasan perbuatan, hubungan
identifikasi antarargumen, perpindahan kategori, dan tuturan yang disampaikan.
5) Tata
Bahasa Baku Bahasa Indonesia
"Rombongan"
Linguis bahasa Indonesia-Bambang Kaswanti Purwo, Harimurti Kridalaksana,
W.H.C.M. Lalamentik, Drs. M. Ramlan, Samsuri, Sudaryanto, Mangasa Silitonga,
D.P. Tampubulon, dan Henry G. Tarigan, dengan editor Anton M. Moeliuono dan
Soenjono Dardjowidjojo-penyusun Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988),
menjelaskan secara sederhana bahwa verba bercirikan:
(a) berfungsi sebagai (inti) predikat,
(b) bermakna
dasar, perbuatan, proses, dan keadaan yang bukan sifat/kualitas,
(c) verba yang bermakna keadaan tidak bias diprefiksi {ter-} 'paling'.
6) Kamus Linguistik
Verba adalah kelas kata yang biasanya
berfungsi sebagai predikat; dalam beberapa bahasa lain verba mempunyai ciri
morfologis seperti ciri kala, aspek, persona, atau jumlah. Sebagian besar verba
mewakili unsur semantis perbuatan, keadaan, atau proses; kelas ini dalam bahasa
Indonesia ditandai dengan kemungkinan untuk diawali dengan kata tidak dan tidak
mungkin diawali dengan kata seperti sangat, lebih (Kridalaksana Harimurti,
2001:226).
7) Kamus
Besar Bahasa Indonesi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia-edisi
keempat (2008:1546), verba adalah kata yang menggambarkan proses, perbuatan,
atau keadaan; kata kerja.
2.2 Ciri-ciri Verba
Verba berbeda dari yang lain, terutama adjektiva, karena
sifat-sifat berikut:
a) berfungsi utama sebagai inti predikat walaupun dapat juga berfungsi
lain.
b) bermakna dasar pembuatan, proses atau keadaan yang bukan sifat
(kualitas).
c) khusus verba yang keadaan tak dapat diberi prefiks ter- yang
bermakna ‘paling’
Verba perbuatan berbeda dengan verba proses. Semua verba
perbuatan dapat dipakai dalam kalimat perintah, tetapi tidak semua verba proses
dapat dipakai dalam kalimat itu. Verba suka mengandung makna keadaan. Verba ini
juga tidak dapat dipakai untuk membentuk kalimat perintah. Verba keadaan ini
sulit dibedakan dari adjektiva karena mempunyai banyak persamaan. Satu ciri
yang membedakannya adalah datangnya ter- ditambahkan pada adjektiva, sedang untuk verba tak dapat. Contoh:
terbanyak (adjektiva), tetapi tak ada tersuka, tergeram.
2.3 Verba Dilihat dari Segi Bentuk
Ada dua macam dasar yang dipakai sebagai dasar
pembentukan verba:
1) dasar yang tampak afiks (dasar
bebas) yang berdiri sendiri, misalnya darat, pergi, marah;
2) dasar yang bisa ditentukan (dasar
terikat);
Dasar demikian bersifat praktegori, misalnya temu, juang, dan
selenggara. Kata-kata terakhir ini bias disebut verba jika sudah ditambah
afiks, sehingga menjadi bertemu, berjuang, menyelenggarakan.
2.4 Verba Asal
Verba ini dapat berdiri sendiri. Oleh karena itu, tanpa
afiks tentu saja, ia sudah dapat berdiri dalam kalimat, klausa, formal maupun
informal.
Contoh: Dimana bapak tinggal?
Makna leksikalnya dapat langsung diketahui. Dalam bahasa
Indonesia
jumlahnya tak banyak. Contoh: ada, bangun, cinta, dating, gugur, hancur, ikut,
jatuh, kalah, lahir, makan, naik, paham, rasa, sadar, tahan, yakin, dan
lain-lain.
2.5 Verba Turunan
Verba turunan adalah verba yang terjadi dari penambahan
afiks pada kata atau kelompok kata.
1) Proses Penurunan Verba
Dalam bahasa Indonesia terdapat prefiks di- dan ter- yang pada jenis
klausa atau kalimat tertentu menggatikan meng-. Jumlah sufiks hanya dua, yaitu
–kan dan –i.
Prefiks-prefiks dapat membentuk konfiks jika keterpaduan keduanya mutlak,
serentak melakat dan pemenggalan bentuk yang masih berwujud kata yang bermakna
yang masih ditelusuri.
2)
Penggabungan Prefiks dan Sufiks
Tidak sembarang prefiks dapat bergabung dengan sembarang sufiks.
Contoh meng-, dapat digunakan dengan kan
dan i.
3)
Urutan Afiks
Diantara afiks terdapat kelaziman urutan tertentu.
Urutan pertama diduduki oleh meng-, menyusul kemudian per- atau ber-, sehingga
terbentuklah memper-. Contohnya memperdalam, memberangkatkan. Perfiks ter- dan
di- merupakan perwujudan lain dari prefiks meng- dalam posisi tertentu;
terutama meng- yang merupakan prefiks verba transitif. Contoh:
Membeli → dibeli → terbeli
Memberangkatkan → diberangkatkan → terberangkatkan
Dengan begitu, urutan pengibuhan (afiksasi) bahsa Indonesia.
4) Morfofonemik
Prefiks meng-, per-, ber-, dan ter- mengalami perubahan
sesuai dengan fonem awal bentuk dasar yang dilekatinya. Proses perubahan fonem
sesuai dengan fonem awal kata ini dinamakan proses morfofonemis. Nama
morfofonemik sudah membayangkan hubungan antara morfem dan fonem dan bidang
morfofonemik.
Terpengaruh oleh runtun fonem bahasa
Indonesia, maka proses morfofonemik seperti
mentaati tidak janggal dan tidak menimbulkan kesulitan baik secara
artikulatoris maupun secara fonemis untuk pemakai bahasa Indonesia. Kiranya
kami dapat mengatakan bahwa proses itu memenuhi syarat-syarat fonemis bahasa
Indonesia.
2.6 Morfologi Verba beserta
Semantiknya
1) Morfologi Verba Transitif
Dari segi maknanya, verba transitif mengungkapkan peristiwa yang
melibatkan dua atau tiga maujud (sumber peristiwa/pelaku/pengalam; maujud yang
dikenai/sasaran/ tujuan; dan untuk verba dwitrasitif, maujud yang alatkan).
Bila peristiwa itu ditinjau dari sasaran/tujuan/penderita/objek. Sasaran
peristiwa aktif dapat berbentuk pronominal persona tunggal (-ku, -mu, -nya)
yang berpadu dengan verba aktif. Sumber peristiwa pasif adalah (ku-, kau,
-nya).
Bila bentuk-bentuk verba itu bukan majemuk atau bukan telah
berbentuk reduplikasi, maka bentuk tersebut mempunyai padanan yang
bereduplikasi pangkalnya. Bentuk ini maknanya sama dengan pandanannya yang
tanpa reduplikasi, dengan tambahan makna ‘berulang-ulang’. Makna bentuk aktif
memanggil sama dengan memanggil-manggil, dengan tambahan makna
‘berulang-ulang’. Demikian pula bentuk memanggilku dengan memanggil-manggil
(bias juga -mu dan -nya). Ini juga berlaku dalam bentuk pasif; contoh panggil
dengan panggil-panggil; kupanggil dengan
kupanggil-panggil. Bentuk reduplikasi tak mungkin terjadi bila bentuknya sudah
direduplikasi.
Dalam hal penurunan kata, dapat dikatakan bahwa pada umumnya dasar
turunan verba transitif diturunkan dari adjektiva, nomina, numeralia, verba
takransitif, verba takransitif, dan verba transitif lain.
2) Morfologi Verba Taktransitif
Verba taktransitif, dari segi morfologinya, sulit dibedakan dari
verba semitransitif. Keduanya tak mengenal oposisi aktif-pasif, tak ada bentuk
khusus untuk kalimat imperatifnya.
a.
Verba Taktransitif Asal
Verba Taktransitif asal ada yang
berbentuk dasar/pangkal atau asal saja; misalnya turun, mati, hidup, sampai. Ada lagi yang berpangkal
majemuk, misalnya campur tangan, naik banding, minta diri; beberapa di
antaranya ada yang reduplikasi dengan perubahan, misalnya bolak-balik,
porak-poranda, mondar-mandir; ada juga yang berbentuk pasangan kontras,
misalnya naik turun, pulang-balik, pergi datang.
b.
Verba Taktransitif Berafiks
meng-
Kebanyakan verba turunan yang
taktransitif berawal meng- diturunkan dari nomina (frasa nominal) dan adjektiva
(frasa adjektiva). Hubungan semantisnya, dasar dengan turunannya,
bermacam-macam. Verba taktransitif yang diturunkan dari adjektiva (frasa
adjectival) mempunyai hubungan dengan pangkalnya. Verba taktransitif dengan
prefiks meng- yang diturunkan dari kelas lainnya terbatas sekali jumlahnya.
Dari numeralia misalnya, kita dapat menyatu ‘menjadi satu’.
c. Verba Taktransitif Berafiks ber-
Verba taktransitif berafiks ber- dibentuk
dari nomina, adjektiva dan numeralia. Dengan pangkal nomina, bermacam-macam
makna bias timbul. Untuk sebagian nomina yang mengacu ke bunyi atau gerak.
Perlu ditambahkan bahwa tak sembarang nomina bisa menjadi sasaran penerapan
verba taktransitif produktif. Verba taktransitif berprefiks ber- yang
diturunkan dari adjektiva terbatas jumlahnya.
Pangkalnya menyatakan sikap mental. Verba turunannya bermakna
‘menyatakan sikap mental < pangkal > dalam kelakuan’.
d.
Verba Taktransitif Berafiks
ter-
Pangkal yang bias sebagai dasar
turunan adalah duduk, tidur jatuh, diri, dan sendiri. Ini menurunkan tertunduk,
tertidur, terjatuh, terdiri (atas), dan tersendiri. Makna secara umumnya adalah
‘menjadi dalam keadaan pangkal’. Tetapi, karena tidak produktif maka dalam
bahasa Indonesia tidak mungkin muncul tertiba atau terhilang, misalnya.
e.
Verba Transitif Berkonfiks
ber-an
Jumlah verba ini terbatas. Lagi
pula, prosesnya pun tak produktif. Ada
yang diturunkan dari verba asal (pergi →
berpergian, lari → berlarian, gugur → berguguran); ada pula yang
diturunkan dari bentuk pasif di-D dari sejumlah verba kausatif, contohnya;
dicucurkan → bercucuran, ditaburkan → bertaburan, dipencarkan → berpencaran.
Makna turunan tersebut adalah ‘melakukan kegiatan/mengalami perlakuan
<pangkal>, dengan jumlah pelaku/pengalam yang banyak dan dengan
bermacam-macam cara’.
Verba seperti itu, yang
diturunkan dari adjektiva atau nomina , ada yang menyatakan relasi antara dua
belah pihak. Makna yang timbul adalah ‘berelasi <pangkal>, satu sama
lain’.
f.
Verba Taktransitif yang
Berprefiks ber- dan Bersufiks –kan
Dasar turunan verba taktransitif
dengan prefiks ber- dan sufiks –kan
adalah verba turunan ber- ditambah nomina. Sufiks –kan menyatakan kesemitransitifan, dan
karenanya ia memerlukan pelengkap. Proses demikian produktif sekali.
3) Verba Transitif
Dasar verba transitif dapat diturunkan
dari verba transitif lain, nomina, adjektiva, numeralia, verba taktransitif,
dengan melalui transposisi (pemindahan kelas tanpa perubahan kelas tanpa
perubahan bentuk), dan melalui afiksasi.
4) Verba Majemuk
Verba majemuk adalah verba yang dasarnya terbentuk melalui proses
pemajemukan dua morfem asal atau lebih; atau verba yang berafiks yang
digabungkan dengan kata atau atau morfem terikat sampai mencapai satu kesatuan
makna. Umumnya ada yang leksikal bebas (makan hati, naik darah, adu buku
tangan). Ada
pula yang terdiri atas morfem asal bebas dan terikat (siap tempur, lepas landas, simpang siur).
Verba majemuk, seperti kata majemuk lainnya, mempunyai cirri lain
yang membedakan dari frasa. Berdasarkan bentuk morfolofisnya , verba majemuk
terbagi atas verba majemuk dasar,
majemuk berafiks, dan verba verba majemuk berulang.
2.7 Perilaku Sintaksis Verba
Yang dimaksud dengan perilaku sintaksis
verba adalah sifat verba dalam hubunganya dengan kata lain dalam tataran
gramatika yang lebih tinggi (frasa, klausa, kalimat). Ini diketahui dengan
mengamati Frasa, fungsi, dan jenis verba itu.
1) Pengertian Frasa Verbal
Frasa verba adalah satuan bahasa yang terbentuk dari dua kata atau
lebih dengan verba sebagai intinya dan bukan merupakan klausa. Sebagai inti,
Frasa verbal berpendamping yang letaknya tidak bias secara bebas dipindahkan.
Dalam hubunganya dengan fungsi kalimat, frasa verba tidak mungkin berdiri
sebagai subjek, objek, dan pelengkap.
2) Jenis-jenis Frasa Verbal
a. Frasa
Endosentrik Atributif
Frasa Endosentrik Atributif terdiri atas
inti dan pewatas (modifier yang ada di depan atau di belakangnya. Pewatas yang
di muka disebut pewatas depan dan yang di belakang di sebut pewatas belakang,
kehadiran pewatas tidak pernah wajib. Pewatas depan diduduki oleh akan, harus,
dapat (bias), boleh, ingin dan mau. Pewatas belakang verba terbatas sekali
jumlahnya. Misalnya lagi ‘tambah satu kali’ (bukan dalam arti ‘sedang’) dan
kembali.
b. Frasa
Endosentrik Koordinatif
wujud frasa endosentrik koordinatif
sederhana; dua verba digabungkan dan atau
atau. Bila verba ini didahului atau
diikuti oleh pewatas depan dan pewatas belakang. Pewatas ini memberi keterangan
pada tambahan pada kedua verba yang tertabungkan.
3) Fungsi Verba Dan Frasa
Verbal
Dari segi fungsi, verba (frasa verbal) terutama menduduki fungsi
predikat. Namun begitu, dia dapat pula menduduki fungsi lain seperti subjek,
objek, dan keterangan (dengan perluasannya berupa objek, pelengkap, dan
keterangan).
4) Jenis Verba Menurut
Prilaku Sintaksisnya
a. Pengertian Transitif
Verba transitif selalu menurut
hadirnya nomina sebagai objeknya dan nomina ini akan berubah menjadi subjek
bila kalimatnya dipasifkan. Sebenarnya verba transitif bisa: ekatransitif.
b. Verba Semitransitif dan Taktransitif
Dilihat dari ada tidaknya pelengkap,
verba tak transitif dapat dibagi atas verba semitransitif (verba taktransitif
berpelengkap) dan verba taktransitif (verba taktransitif tak berpelengkap).
Contoh:
- Ayamnya berjumlah lima
ekor
- Yang dibicarakanya adalah kebohongan
- Adi sudah mulai bekerja.
c. Verba
Berpreposisi
Verba berpreposisi adalah verba
taktransitif yang selalu diikuti oleh preposisi tertentu. Verba tahu
akan/tentang dalam kalimat berikut misalnya kalimat verba berpreposisi.
Beberapa verba berpreposisi
bermakana dengan verba transitif; tahu akan/tentang mengetahui. Demikian juga
berminat pada/meminati, bertemu dengan/menemui; berbicara tentang/membicarakan.
Sebagai tambahan, jika verba berpreposisi digantikan verba transitif, maka
pelengkap pada verba berpreposisi lengsung berubah menjadi objek.
d. Hubungan
Ketransitifan dengan Fiksasi
Dari uraian di atas dapat diketahui
adanya keterkaitan morfologi ketransitifan verba dan afiksasi pembentukan
verba. Keterkaitan itu terwujud dalam kaidah-kaidah dibawah ini:
-
Verba yang dapat berdiri
sendiri tanpa afiksasi ada yang transitif (makan), ada yang taktransitif
(tidur).
-
Verba berprefiks ber- itu
taktransitif (berjalan), yang berafiks ber- -kan itu semitransitif (tidur).
-
Verba berprefiks meng- tanpa
sufiks ada yang transitif (mem- bawa) dan ada yang taktransitif (merakyat).
-
Semua verba berprefiks meng-
bersufiks -kan,
kecuali merupakan, selalu transitif (membelikan, mengerjakan). Jika bentuk
verba ini mengacu pada diri pembaca atau umum, maka objeknya tak dinyatakan
secara eksplisit (Pertunjukan ini menyenangkan); jika mengacu pada pihak
tertentu, objek harus eksplisit (Pertunjukan itu menyenangkan anak-anak kota).
-
Kecuali menyerupai, semua verba bersufiks -i
pasti transitif (merestui, memukuli).
-
Jika verba meng-Dasar
(mengerja) tak ada dalam bahasa Indonesia,
maka meng-Dasar-kan atau meng-Dasar-i pasti ekatransitif (megerjakan,
merestui).
-
Jika bentuk meng-Dasar
taktransitif, maka pasangannya, dengan sufiks –kan (menguningkan) atau -i (mengerasi)
pastilah ekatransitif; dengan kekecualian; menyerah (taktransitif), tapi
menyerahi (dwitransitif).
-
Jika bentuk meng-Dasar
ekatransitif, maka pasangannya dengan –kan
sering dwitransitif (mengambilkan), tetapi mendengarkan tetap ekatransitif.
-
Jika meng-Dasar adalah
ekatransitif, maka penambahan -i tetaplah tak berubah sifat verba itu, umumnya.
Memukul dan memukuli sama-sama ekatransitif. Ada kekecualian, yaitu verba seperti mengirim
(ekatransitif) dan mengirimi (dwitransitif).
5. Klausa
Verbal
Klausa
verbal adalah klausa yang P-nya terdiri dari kata atau frase golongan V.
Misalnya:
-
Petani mengerjakan sawahnya dengan tekun.
-
dengan rajin
bapak guru memeriksa karangan murid.
Kata golongan V ialah kata yang pada tatarannya klausa cenderung menduduki fungsi
P dan pada tataran frase dapat dinegatifkan dengan kata tidak. Misalnya
kata-kata berdiri, gugup, menoleh, berhati-hati, membaca, tidur, kurus, dan
sebagainya.
Berdasarkan
kemungkinannya diikuti frase dengan sangat sebagai keterangan cara, kata verbal
dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu kata kerja dan kata sifat. Kata
kerja adalah verbal yang dapat diikuti frase dengan sangat. Frase yang
mempunyai distribusi yang sama dengan kata golongan V disebut frase verbal.
Misalnya sedang mengerjakan, sedang memeriksa, sangat subur, panas sekali, dan
sebagainya.
Berdasarkan
golongan-golongan kata verbal itu, klausa verbal dapat digolong-kan menjadi:
a. Klausa verbal ajektif
Klausa
ini P-nya terdiri dari kata golongan V yang termasuk golongan kata sifat, atau
terdiri dari frase golongan V yang unsur pusatnya berupa kata sifat. Misalnya:
-
tanah
persawahan di Delanggu sangat subur
-
udaranya panas sekali
-
anaknya pandai-pandai
b. Klausa verbal intransitif
Klausa
ini P-nya terdiri dari kata verbal yang termasuk golongan kata kerja
intransitif, atau terdiri dari frase verbal yang unsur pusatnya berupa kata
kerja intransitif. Misalnya:
-
burung-burung
berterbangan di atas permukaan air
laut
-
anak-anak
sedang bermain-main di teras balakang
-
orang tua
anak itu berada di luar negeri.
c. Klausa Verbal aktif
Klausa
ini P-nya terdiri dari kata verbal yang termasuk golongan kata kerja transitif,
atau terdiri dari frase verbal yang unsur pusatnya berupa kata kerja transitif.
Misalnya:
-
Arifin menghirup kopinya
-
Ia hanya menuntun skuternya
-
Mula-mula ia mempelajari seni dan musik
d. Klausa verbal pasif
Klausa
ini P-nya terdiri dari kata verbal yang termasuk golongan kerja pasif, atau
terdiri dari frase verbal yang unsur pusatnya berupa kata kerja pasif.
Misalnya:
-
Semangat itu harus kita pelihara
-
Saya sesalkan keputusan itu
-
Bohongnya ketahuan juga
e. Klausa verbal yang refleksi
Klausa
ini P-nya terdiri dari kata verbal yang termasuk golongan kata kerja refleksif,
yaitu kata karja yang menyatakan ‘perbuatan’ yang mengenai ‘pelaku’ perbuatan
itu sendiri. Pada umunya kata kerja ini berbentuk kata kerja meN- diikuti kata diri. Miasalnya:
-
Ia tidak
dapat lagi menahan diri
-
Anak-anak itu
menyembunyikan diri
f. Klausa verbal yang resiprekal
Klausa
ini P-nya terdiri dari kata verbal yang termasuk golongan kata kerja resiprokal,
yaitu kata kerja yang menyatakan ‘kesalingan’. Bentuknya ialah saling meN-,
saling ber-an dengan proses pengulangan atau tidak, dan saling meN-. Misalnya:
-
Mereka saling memukul
-
Anak-anak itu
selalu ejek-mengejek
-
Dua orang
pemuda itu saling memperolokkan
2.8 Problematika Verba
1. Dasar
ajektiva berprefiks se- Dasar ajektiva dan prefiks se- bukanlah berkategori
ajektiva sebab dapat diawali adverbial agak atau sangat. Bentuk agak sepintar
dan sangat sepintar sangat tidak berterima. Kata-kata yang dibentuk dari dasar
ajektiva dengan prefiks se- sesungguhnya berkategori verba. Prefiks se- pada
dasar ajektiva bertugas membentuk tingkat perbandingan 'sama' atau sederajat
dalam suatu sistem penderajatan.
Perhatikan:
- setinggi → sama tinggi → tingkat sama
- sepintar →
sama pintar → tingkat sama
- semahal → sama mahal → timgkat sama
2. Dasar
ajektiva bersufiks –an sesungguhnya berkategori ungguhnya berkategori ajektiva,
melainkan verba, sebab tidak dapat diawali adverbial agak atau sangat.Bentuk
agak tinggian dan sangat tinggian tidak berterima. Kata-kata yang dibentuk dari
dasar ajektiva dengan sufiks –an membentuk tingkat perbandingan lebih dalam
satu sistem penderajatan.
Perhatikan:
- tinggian → lebih tinggi → tingkat lebih
-
pintaran → lebih pintar → tingkat lebih
-
mahalan → lebih mahal → tingkat lebih
3. Dasar
ajektiva berprefiks ter- sesungguhnya berkategori verba. Kata-kata yang bentuk
dasarnya ajektiva dengan prefiks ter- tidaklah termasuk berkategori ajektiva,
melainkan berkategori verba, sebab tidak dapat didahului adverbial agak dan
sangat. Bentuk-bentuk seperti agak termahal dan sangat termahal tidak
berterima. Prefiks ter- pada dasar ajektiva bertugas membentuk tingkat
perbandingan superlatife dalam suatu sistem penderajatan.
Perhatikan:
- tertinggi → paling tinggi → tingkat paling
- terpintar → paling
pintar → tingkat paling
- termahal → paling mahal
→ tingkat paling
4. Dasar ajektiva berklofiks
me-kan merupakan kategori ganda. Dasar ajektiva berklofiks me-kan sesungguhnya
merupakan kategori ganda, yaitu ajektiva dan verba. Sebagai kategori ajektiva
dapat didahului oleh adverbia agak dan sangat; dan sebagai verba dapat diikuti
oleh sebuah objek. Misalnya: Agak memalukan orang banyak.
Keterangan:
-
agak memalukan menunjukkan
memalukan sebagai kategori ajektiva
- memalukan orang banyak menunjukkan
memalukan berkategori verba
5. Dasar Ajektiva Berklofiks
me-i merupakan kategori ganda. Dasar ajektiva dengan klofiks me-i sesungguhnya
merupakan kategori ganda, yaitu ajektiva dan verba. Sebagai kategori ajektiva
dapat didahului adverbial agak dan sangat; dan sebagai verba dapat diikuti oleh
sebuah objek.
Misalnya: Sangat menghormati guru itu.
Keterangan:
- sangat menghormati menunjukkan
menghormati sebagai ajektiva
- menghormati guru itu menunjukkan
menghormati berkategori verba
6. Akar yang dapat membentuk
verba dalam bahasa Indonesia ada sejumlah akar yang dapat membentuk verba
berprefiks me- dan verba berprefiks ber-, seperti:
- satu → menyatu → bersatu
- temu → menemukan → bertemu
- kembang → mengembang → berkembang
- baur → membaur → berbaur
- tinju → meninju → bertinju
2.9 Fungsi verba
Kita telah belajar cara
menggambarkan nomina dengan berbagai cara menggunakan nomina
lain dan adjektiva. Dengan kemampuan tersebut, kita sudah
bisa mengekspresikan cukup banyak hal. Namun, kita masih belum bisa menyatakan
aksi. Inilah guna verba (kata kerja)!.
Verba pada bahasa Jepang
selalu diletakkan di akhir klausa. Karena kita belum belajar cara membuat lebih
dari satu klausa, untuk saat ini aturan tersebut berarti setiap kalimat yang
memiliki verba harus meletakkan verbanya di akhir. Kita akan mengenal dua
kategori utama verba, yang akan memungkinkan kita belajar aturan konjugasi.
Sebelum melangkah lebih lanjut, ada satu hal penting yang harus kamu ingat
selalu:
Kalimat yang secara tata bahasa lengkap hanya
memerlukan verba (termasuk pernyataan keadaan benda).
|
Dengan kata lain, tidak
seperti bahasa Indonesia, kamu benar-benar hanya perlu verba untuk membuat
kalimat yang benar. Tanpa topik juga tidak masalah! Mengerti sifat fundamental
ini sangatlah penting untuk memahami bahasa Jepang. Inilah sebabnya kalimat
bahasa Jepang yang paling sederhana pun tidak bisa diterjemahkan mentah-mentah
ke bahasa Indonesia. Semua konjugasi akan dimulai dari bentuk kamusnya
(sebagaimana kata-kata tersebut muncul di kamus).
BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Dari pembahasan di
atas, disimpulkan bahwa Verba (kata kerja) bisa dikenali melalui bentuk morfologis,
perilaku sintaksis, perilaku semantis dari keseluruhan kalimat. Selain itu,
verba dapat didampingi dengan kata tidak.
Berdasarkan bentuk
morfologis, verba dibedakan menjadi verba dasar, verba turunan. Kemudian
berdasarkan sintaksis, yaitu sifat verba dalam hubungannya dengan kata lain
dalam bentuk frasa (kelompok kata), klausa (anak kalimat), dan kalimat, dengan
memperhatikan fungsi, jenis, dan perilaku dalam kalimat (sintkasis). Sedangkan
berdasarkan intraksi verba (perilaku sintaksis, tindakan atau perbuatan) dengan
nomina pendampingnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Muslich, Masnur. (2010). Garis-garis Besar Tatabahasa Baku Bahasa
Indonesia, Bandung: PT Refika
Aditama.
Ningsih, Sri. (2007). Bahasa
Indonesia untuk Mahasiswa, Yogyakarta: Andi .
Parera, Jos Daniel. (2010). Bahasa
Morfologi, Jakarta: PT. Ikrar Mandiriabadi.
Ramlan, M.
(2009), Morfologi suatu Tinjauan
Deskriptif, Yogyakarta: CV. Karyono.