Translate

Sabtu, Februari 18

BUKAN BINTANG REINA

Reina kembali meyukai seseorang, ntah apakah itu cinta atau bukan yang pasti bayangan cowo itu tak pernah pergi. Awalnya Reina memang tertarik dengan wajahnya yang tampan namun karena di sekitar Reina masih banyak dan masih banyak hal yang lebih peting untuk dipikirkan akhirnya ketertarikan Reina pada tu cowo tak dihiraukan. Tapi sekarang ketertarikannya pada tu cowo lebih dari tampannya wajah. Kenapa Reina bisa lebih tertarik bahkan sangat menyukai? Itu karena Reina tau siapa sebenarnya cowo itu di balik wajah tampannya.

Rasa itu bermula karena keinginan Reina untuk masuk dalam komunitas seni di kampus, niat mau mendalami pengetahuan tentang sastra. Salah satu teman sekelas Reina mengatakan bahwa dia (cowo yang disukai Reina) adalah anak komunitas seni. Mulanya Reina tidak terlalu happy, iya karena emang ketertarikan Reina tidak gimana-gimana juga (masih tahap biasa). Berjalannya waktu Reina semakin mengenal dia, mengenal dia bukan karena lolos dalam seleksi komunitas seni melainkan kerena kesempatan Reina untuk masuk komunitas seni gatot (gagal total). Sedih, kecewa sempat dirasakannya tapi itu tidak bertahan lama − Reina yakin masih banyak jalan untuk mengetahui lebih dalam sastra tanpa harus masuk dalam komunitas seni kampus.

Suatu hari Reina bertanya dengan dia, sebut saja dia Bintang. Bintang menjawabnya dengan jawaban yang bener-bener bikin Reina tambah kagum.

Reina sempet mengeluh pada Bintang karena tidak bisa masuk dalam komunitas seni kerena terlambat daftar. “Huft… padahal gua pengen banget masuk seni” kata Reina dengan raut muka kecewa. Kemudian Reina berpikir sepertinya dunia jurnalis juga menarik − Reina mencoba menanyakan kembali pada Bintang apakah masih bisa mendaftar. “Kalo Pers masih buka gak ya?”

“Kurang tau juga tu” jawab Bintang sedikit menambah kekecewaan Reina. “tapi entar aku cari tau” sambungnya lagi dan membuat Reina sedikit berseri (setidaknya Bintang mau mencari tau untuknya).

“Ok, thanks” balas Reina senang.

*****

Liburan semester telah tiba, Reina dan temen-temen satu jurusan akan mengadakan perjalanan ke Lombok. Reina satu bus sama Bintang (gak terlalu seneng awalnya), di dalam bus Reina bercanda termasuk bersama Bintang (akhirnya seneng banget… hhehe). Bintang nanya nama Reina sama temen yang lain (hhehe..udah pernah ngobrol tapi gak tau nama, aneh banget kan…hhaha). Setelah tau dia memanggil Reina, “Masih bisa kalau mau ikut pers semesrter 4” katanya tanpa basa basi (seneng banget Reina pada saat itu − gak yangka tu cowo masih inget niat Reina yang pengen ikut Pers).

“Beneran ni?” Tanya Reina seneng.

“Yups.., setiap semester genap pers buka pendaftaran” jawabnya lagi.

“Ikut ya!” ajak Reina

“Gak bisa, gua udah bergabung di seni. Jadi gak boleh” (sedihnya Reina, tapi mau gimana lagi..).

“Owh.., ok lah” lanjut Reina sedikit kecewa.

Kejadian di bus membuat Reina semakin mengagumi sosok Bintang. Cowo tampan, pinter, gampang bergaul, gak sombong, pokoknya asyik dan nyaman berada dideketnya. Mata Reina seolah ingin selalu melihatnya, hati ingin selalu merasa dekat dengannya itulah yang terjadi pada Reina saat liburan bersama Bintang. Tapi ada sesuatu yang mengganjil di hati gadis periang ini. Iya Reina sadar siapa dia dan siapa Bintang. Bintang adalah salah satu cowo idola, yang menyukainya banyak bahkan temen deket Reina pun suka banget sama Bintang. Saat mengingat kembali pengakuan Vita sebelum liburan, hati Reina bener-bener sakit tapi dihadapan sahabatnya itu, Reina tetap tenang menyimpan rapat perasaan yang ada bahkan dia sempet bilang bahwa Bintang itu biasa saja.

Makin lama Reina sadar bahwa Vita, temen deketnya sangat menyukai Bintang dan kalau dia tau Reina juga suka − Reina tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi. Jujur Reina takut Vita benci, takut dia akan bilang kalo Reina seorang pengkhianat. Tapi Reina juga gak bisa bohongi perasaannya − dia sangat menyukai Bintang. “Ya Tuhan Bantu hamba” bisik Reina dalam hati.

Beban di hati Reina semakin bertambah setelah ia melihat terlalu jauh berbeda dirinya dengan Bintang, apalagi sahabatnya juga suka dan sekarang Reina dan Bintang sedieman. Reina memang ingin menjauh tapi bukan dengan cara sedieman. Reina tak tau apakah dia yang salah atau memang Bintang yang terlalu cuek. Saat mereka bertemu, Bintang tidak menyapanya − jangankan menyapa tersenyum pun tidak. “Haruskan gua yang menyapa lu duluan?” bisik Reina dalam hati saat matanya bertemu mata Bintang. “Apakah tidak bisa semua kembali seperti biasa?” lanjutnya lagi. Reina bener-bener bingung.

Keesokan harinya Reina makan siang bersama Anjar, salah satu temen sekelasnya. Anjar curhat tentang cewenya, dia bilang kalau cewenya masih sayang sama mantanya dan ternyata mantanya adalah Bintang (betapa terkejutnya Reina pada saat itu).

“Emang cewe lu siapa sekarang?” Tanya Reina penasaran. Maklum selama ini Reina tidak telalu menegtahui banyak megenai Bintang apalagi tentang siapa yang pernah menjadi pacar atau gebetannya.

“Putri, anak I3” jawab Anjar.

Reina semakin terkejut karena sepengetahuan dirinya, Putri I3 adalah temen SMAnya dulu. “Ya Tuhan kenapa semua harus terjadi? Kenapa harus dia?” Reina kembali berbisik dalam hati. Kali ini dia bener-bener kecewa banget. (gimana gak kecewa, temen Reina juga suka Bintang, terus mantan cowo yang masih disayang cewe Anjar adalah Bintang, dan yang lebih parahnya lagi cewe itu adalah Putri temen SMA Reina). Semua begitu rumit, membuat Reina semakin percaya bahwa Bintang yang ini tidak bercahaya untuknya.

Liburan kali ini memberi banyak pelajaran buat Reina, khususnya dalam hal perasaan. “Gua harus bisa menjaga perasaan, agar tidak gampang terjerumus dalam rasa itu sehingga tidak merasakan kecewa seperti ini” kata Reina berbicara sendiri di depan kaca lemari di kamarnya. “Atau setiap benih itu akan tumbuh, gua harus bersiap-siap untuk layu paling tidak saat semua terjadi tidak terlalu berasa sakit” lanjutnya lagi

Reina mengambil deary di atas meja, kembali ia mencoret kertas putih deary dengan tinta hitam yang bertulis isi hatinya.

Bintang yang aku banggakan saat ini tak bersinar untukku

Perbedaan terlalu jauh

Siapa yang pantas mundur?

Jawabanya adalah aku

Aku lah kasalahan di tengah kebenaran itu

Dan aku sadari itu untuk pergi menjauh

Biarlah Bintang itu tetap bersinar meski aku tak dapat merasakannya

Biarlah semua tersimpan rapat sampai nanti semua terpecah bela

Hingga musna tersusun rapi rasa yang pantas ada

Yang pasti bukan dia, Bintang sekarang.

Air mata menetes begitu saja saat semua di tumpahkan dalam helaian kata. Berharap semua akan berubah, tangis ini menjadi tawa bahagia hari esok untuk Reina. Bintang yang bercahaya kali ini bukan Bintang Reina.

TAMAT