Translate

Senin, Desember 17

VERBA


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Kelas kata termasuk salah satu topik yang selalu menjadi problem dalam analisis bahasa. Dapat dikatakan tiap aliran zaman, mempunyai caranya sendiri untuk membicarakan kelas kata. Istilah kelas kata disebut jenis kata dalam tata bahasa tradisional.
Makalah ini sengaja dibuat agar kita dapat mengetahui dan memperdalam ilmu mengenai salah satu jenis kelas kata yaitu Verba. Data ini ini di dapatkan dari beberapa sumber, diantaranya buku.Verba adalah kata kerja.

1.2  Permasalahan
  1. Apa yang dimaksud dengan verba?
  2. Ciri-ciri verba!
  3. Bagaimana verba dilihat dari bentuknya?
  4. Bagaimana morfologi verba beserta simantiknya?
  5. Bagaiman perilaku sintaktis verba


1.3  Tujuam
  1. Agar mahasiswa dapat memahami apa itu verba.
  2. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami ciri-ciri verba.
  3. Mahasiswa  dapat mengetahui dan memahami verba dilihat dari bentuknya.
  4. Mahasiswa  dapat mengetahui dan memahami verba beserta simantiknya.
  5. Mahasiswa  dapat mengetahui dan memahami bagaimana perilaku sintaksis verba.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Verba
1)   Versi Tradisional
            Dalam tatabahasa tradisional, jenis kata ialah golongan kata yang mempunyai kesamaan bentuk, fungsi, dan perilaku sintaksisnya. Kata kerja (verba) adalah semua kata yang menyatakan perbuatan atau laku (Verhaar, 1997:83-85).

2)   Versi Keraf
            Dalam penjenisan kata, menggunakan kriteria kesamaan morfem-morfem yang membentuk kata-kata itu, atau juga kesamaan ciri dan sifat dalam membentuk kelompok katanya. Kata kerja (verba) adalah segala macam kata yang dapat diperluas dengan kelompok kata "dengan + kata sifat" (Gorys Keraf, 1970)  .

3)   Versi Ramlan
            Dalam buku Pedoman Penulisan Tata Bahasa Indonesia (Editor Rusyana & Samsuri, 1976), M. Ramlan mengemukakan bahwa penggolongan kata dalam tatabahasa struktural tidak ditentukan berdasarkan arti, melainkan secara gramatikal, berdasarkan sifat atau perilakunya dalam membentuk satu golongan kata.
            Menurut versi Ramlan, kata kerja adalah golongan dari kata ajektiva yaitu semua kata yang tidak dapat menduduki tempat objek, dan yang dinegatifkan dengan kata tidak. Kata golongan ini dapat juga dinegatifkan dengan kata bukan apabila dipertentangkan dengan keadaan lain. Misalnya: Ia bukan menulis, melainkan menggambar.

4)   Versi Kridalaksana
            Kridalaksana dalam bukunya, Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia (1986), menjelaskan bahwa dilihat dari bentuknya, verba dibedakan atas: (a) verba dasar, (b) verba turunan yang terdiri atas verba berafikas, verba bereduplikasi, dan verba berproses gabung.
            Disamping itu, verba juga dibedakan lagi berdasarkan banyaknya argument, hubungannya dengan nomina, interaksi dengan nomina pendamping, sudut referensi argument, ketuntasan perbuatan, hubungan identifikasi antarargumen, perpindahan kategori, dan tuturan yang disampaikan.

5)   Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia
      "Rombongan" Linguis bahasa Indonesia-Bambang Kaswanti Purwo, Harimurti Kridalaksana, W.H.C.M. Lalamentik, Drs. M. Ramlan, Samsuri, Sudaryanto, Mangasa Silitonga, D.P. Tampubulon, dan Henry G. Tarigan, dengan editor Anton M. Moeliuono dan Soenjono Dardjowidjojo-penyusun Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988), menjelaskan secara sederhana bahwa verba bercirikan:
(a)    berfungsi sebagai (inti) predikat,
(b) bermakna dasar, perbuatan, proses, dan keadaan yang bukan sifat/kualitas,
(c) verba yang bermakna keadaan tidak bias diprefiksi {ter-} 'paling'.

6)   Kamus Linguistik
            Verba adalah kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat; dalam beberapa bahasa lain verba mempunyai ciri morfologis seperti ciri kala, aspek, persona, atau jumlah. Sebagian besar verba mewakili unsur semantis perbuatan, keadaan, atau proses; kelas ini dalam bahasa Indonesia ditandai dengan kemungkinan untuk diawali dengan kata tidak dan tidak mungkin diawali dengan kata seperti sangat, lebih (Kridalaksana Harimurti, 2001:226).

7)   Kamus Besar Bahasa Indonesi
            Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia-edisi keempat (2008:1546), verba adalah kata yang menggambarkan proses, perbuatan, atau keadaan; kata kerja.

2.2 Ciri-ciri Verba
Verba berbeda dari yang lain, terutama adjektiva, karena sifat-sifat berikut:
a) berfungsi utama sebagai inti predikat walaupun dapat juga berfungsi lain.
b) bermakna dasar pembuatan, proses atau keadaan yang bukan sifat (kualitas).
c) khusus verba yang keadaan tak dapat diberi prefiks ter- yang bermakna ‘paling’
Verba perbuatan berbeda dengan verba proses. Semua verba perbuatan dapat dipakai dalam kalimat perintah, tetapi tidak semua verba proses dapat dipakai dalam kalimat itu. Verba suka mengandung makna keadaan. Verba ini juga tidak dapat dipakai untuk membentuk kalimat perintah. Verba keadaan ini sulit dibedakan dari adjektiva karena mempunyai banyak persamaan. Satu ciri yang membedakannya adalah datangnya ter- ditambahkan pada adjektiva,  sedang untuk verba tak dapat. Contoh: terbanyak (adjektiva), tetapi tak ada tersuka, tergeram.
2.3 Verba  Dilihat dari Segi Bentuk
Ada dua macam dasar yang dipakai sebagai dasar pembentukan verba:
1) dasar yang tampak afiks (dasar bebas) yang berdiri sendiri, misalnya darat, pergi, marah;
2) dasar yang bisa ditentukan (dasar terikat);
Dasar demikian bersifat praktegori, misalnya temu, juang, dan selenggara. Kata-kata terakhir ini bias disebut verba jika sudah ditambah afiks, sehingga menjadi bertemu, berjuang, menyelenggarakan.          

2.4 Verba Asal
Verba ini dapat berdiri sendiri. Oleh karena itu, tanpa afiks tentu saja, ia sudah dapat berdiri dalam kalimat, klausa, formal maupun informal.
Contoh: Dimana bapak tinggal?
Makna leksikalnya dapat langsung diketahui. Dalam bahasa Indonesia jumlahnya tak banyak. Contoh: ada, bangun, cinta, dating, gugur, hancur, ikut, jatuh, kalah, lahir, makan, naik, paham, rasa, sadar, tahan, yakin, dan lain-lain.

2.5  Verba Turunan
Verba turunan adalah verba yang terjadi dari penambahan afiks pada kata atau kelompok kata.
1)   Proses Penurunan Verba
            Dalam bahasa Indonesia terdapat prefiks di- dan ter- yang pada jenis klausa atau kalimat tertentu menggatikan meng-. Jumlah sufiks hanya dua, yaitu –kan dan –i. Prefiks-prefiks dapat membentuk konfiks jika keterpaduan keduanya mutlak, serentak melakat dan pemenggalan bentuk yang masih berwujud kata yang bermakna yang masih ditelusuri.

2)  Penggabungan Prefiks dan Sufiks
            Tidak sembarang prefiks dapat bergabung dengan sembarang sufiks. Contoh meng-, dapat digunakan dengan kan dan i. 

3)  Urutan Afiks
Diantara afiks terdapat kelaziman urutan tertentu. Urutan pertama diduduki oleh meng-, menyusul kemudian per- atau ber-, sehingga terbentuklah memper-. Contohnya memperdalam, memberangkatkan. Perfiks ter- dan di- merupakan perwujudan lain dari prefiks meng- dalam posisi tertentu; terutama meng- yang merupakan prefiks verba transitif. Contoh:
Membeli → dibeli → terbeli
Memberangkatkan → diberangkatkan → terberangkatkan
Dengan begitu, urutan pengibuhan (afiksasi) bahsa Indonesia.

4)  Morfofonemik
Prefiks meng-, per-, ber-, dan ter- mengalami perubahan sesuai dengan fonem awal bentuk dasar yang dilekatinya. Proses perubahan fonem sesuai dengan fonem awal kata ini dinamakan proses morfofonemis. Nama morfofonemik sudah membayangkan hubungan antara morfem dan fonem dan bidang morfofonemik.
Terpengaruh oleh runtun fonem bahasa Indonesia, maka proses morfofonemik seperti mentaati tidak janggal dan tidak menimbulkan kesulitan baik secara artikulatoris maupun secara fonemis untuk pemakai bahasa Indonesia. Kiranya kami dapat mengatakan bahwa proses itu memenuhi syarat-syarat fonemis bahasa Indonesia.

2.6  Morfologi Verba beserta Semantiknya  
1)   Morfologi Verba Transitif
            Dari segi maknanya, verba transitif mengungkapkan peristiwa yang melibatkan dua atau tiga maujud (sumber peristiwa/pelaku/pengalam; maujud yang dikenai/sasaran/ tujuan; dan untuk verba dwitrasitif, maujud yang alatkan). Bila peristiwa itu ditinjau dari sasaran/tujuan/penderita/objek. Sasaran peristiwa aktif dapat berbentuk pronominal persona tunggal (-ku, -mu, -nya) yang berpadu dengan verba aktif. Sumber peristiwa pasif adalah (ku-, kau, -nya).
            Bila bentuk-bentuk verba itu bukan majemuk atau bukan telah berbentuk reduplikasi, maka bentuk tersebut mempunyai padanan yang bereduplikasi pangkalnya. Bentuk ini maknanya sama dengan pandanannya yang tanpa reduplikasi, dengan tambahan makna ‘berulang-ulang’. Makna bentuk aktif memanggil sama dengan memanggil-manggil, dengan tambahan makna ‘berulang-ulang’. Demikian pula bentuk memanggilku dengan memanggil-manggil (bias juga -mu dan -nya). Ini juga berlaku dalam bentuk pasif; contoh panggil dengan panggil-panggil; kupanggil  dengan kupanggil-panggil. Bentuk reduplikasi tak mungkin terjadi bila bentuknya sudah direduplikasi.
            Dalam hal penurunan kata, dapat dikatakan bahwa pada umumnya dasar turunan verba transitif diturunkan dari adjektiva, nomina, numeralia, verba takransitif, verba takransitif, dan verba transitif lain.

2)   Morfologi Verba Taktransitif
            Verba taktransitif, dari segi morfologinya, sulit dibedakan dari verba semitransitif. Keduanya tak mengenal oposisi aktif-pasif, tak ada bentuk khusus untuk kalimat imperatifnya.
a.       Verba Taktransitif Asal
Verba Taktransitif asal ada yang berbentuk dasar/pangkal atau asal saja; misalnya turun, mati, hidup, sampai. Ada lagi yang berpangkal majemuk, misalnya campur tangan, naik banding, minta diri; beberapa di antaranya ada yang reduplikasi dengan perubahan, misalnya bolak-balik, porak-poranda, mondar-mandir; ada juga yang berbentuk pasangan kontras, misalnya naik turun, pulang-balik, pergi datang.
b.      Verba Taktransitif Berafiks meng-
Kebanyakan verba turunan yang taktransitif berawal meng- diturunkan dari nomina (frasa nominal) dan adjektiva (frasa adjektiva). Hubungan semantisnya, dasar dengan turunannya, bermacam-macam. Verba taktransitif yang diturunkan dari adjektiva (frasa adjectival) mempunyai hubungan dengan pangkalnya. Verba taktransitif dengan prefiks meng- yang diturunkan dari kelas lainnya terbatas sekali jumlahnya. Dari numeralia misalnya, kita dapat menyatu ‘menjadi satu’.
      c.   Verba Taktransitif Berafiks ber-
Verba taktransitif berafiks ber- dibentuk dari nomina, adjektiva dan numeralia. Dengan pangkal nomina, bermacam-macam makna bias timbul. Untuk sebagian nomina yang mengacu ke bunyi atau gerak. Perlu ditambahkan bahwa tak sembarang nomina bisa menjadi sasaran penerapan verba taktransitif produktif. Verba taktransitif berprefiks ber- yang diturunkan dari adjektiva terbatas jumlahnya.  Pangkalnya menyatakan sikap mental. Verba turunannya bermakna ‘menyatakan sikap mental < pangkal > dalam kelakuan’.
d.      Verba Taktransitif Berafiks ter-
Pangkal yang bias sebagai dasar turunan adalah duduk, tidur jatuh, diri, dan sendiri. Ini menurunkan tertunduk, tertidur, terjatuh, terdiri (atas), dan tersendiri. Makna secara umumnya adalah ‘menjadi dalam keadaan pangkal’. Tetapi, karena tidak produktif maka dalam bahasa Indonesia tidak mungkin muncul tertiba atau terhilang, misalnya.
e.       Verba Transitif Berkonfiks ber-an
Jumlah verba ini terbatas. Lagi pula, prosesnya pun tak produktif. Ada yang diturunkan dari verba asal (pergi →  berpergian, lari → berlarian, gugur → berguguran); ada pula yang diturunkan dari bentuk pasif di-D dari sejumlah verba kausatif, contohnya; dicucurkan → bercucuran, ditaburkan → bertaburan, dipencarkan → berpencaran. Makna turunan tersebut adalah ‘melakukan kegiatan/mengalami perlakuan <pangkal>, dengan jumlah pelaku/pengalam yang banyak dan dengan bermacam-macam cara’.
Verba seperti itu, yang diturunkan dari adjektiva atau nomina , ada yang menyatakan relasi antara dua belah pihak. Makna yang timbul adalah ‘berelasi <pangkal>, satu sama lain’.
f.       Verba Taktransitif yang Berprefiks ber- dan Bersufiks –kan
Dasar turunan verba taktransitif dengan prefiks ber- dan sufiks –kan adalah verba turunan ber- ditambah nomina. Sufiks –kan menyatakan kesemitransitifan, dan karenanya ia memerlukan pelengkap. Proses demikian produktif sekali.

3)  Verba Transitif
      Dasar verba transitif dapat diturunkan dari verba transitif lain, nomina, adjektiva, numeralia, verba taktransitif, dengan melalui transposisi (pemindahan kelas tanpa perubahan kelas tanpa perubahan bentuk), dan melalui afiksasi.

4)   Verba Majemuk
            Verba majemuk adalah verba yang dasarnya terbentuk melalui proses pemajemukan dua morfem asal atau lebih; atau verba yang berafiks yang digabungkan dengan kata atau atau morfem terikat sampai mencapai satu kesatuan makna. Umumnya ada yang leksikal bebas (makan hati, naik darah, adu buku tangan). Ada pula yang terdiri atas morfem asal bebas dan terikat  (siap tempur, lepas landas, simpang siur).
            Verba majemuk, seperti kata majemuk lainnya, mempunyai cirri lain yang membedakan dari frasa. Berdasarkan bentuk morfolofisnya , verba majemuk terbagi atas  verba majemuk dasar, majemuk berafiks, dan verba verba majemuk berulang.

2.7  Perilaku Sintaksis Verba
      Yang dimaksud dengan perilaku sintaksis verba adalah sifat verba dalam hubunganya dengan kata lain dalam tataran gramatika yang lebih tinggi (frasa, klausa, kalimat). Ini diketahui dengan mengamati Frasa, fungsi, dan jenis verba itu.

1)   Pengertian Frasa Verbal
            Frasa verba adalah satuan bahasa yang terbentuk dari dua kata atau lebih dengan verba sebagai intinya dan bukan merupakan klausa. Sebagai inti, Frasa verbal berpendamping yang letaknya tidak bias secara bebas dipindahkan. Dalam hubunganya dengan fungsi kalimat, frasa verba tidak mungkin berdiri sebagai subjek, objek, dan pelengkap.

2)   Jenis-jenis Frasa Verbal
a.   Frasa Endosentrik Atributif
      Frasa Endosentrik Atributif terdiri atas inti dan pewatas (modifier yang ada di depan atau di belakangnya. Pewatas yang di muka disebut pewatas depan dan yang di belakang di sebut pewatas belakang, kehadiran pewatas tidak pernah wajib. Pewatas depan diduduki oleh akan, harus, dapat (bias), boleh, ingin dan mau. Pewatas belakang verba terbatas sekali jumlahnya. Misalnya lagi ‘tambah satu kali’ (bukan dalam arti ‘sedang’) dan kembali.
b.   Frasa Endosentrik Koordinatif
      wujud frasa endosentrik koordinatif sederhana; dua verba digabungkan dan atau atau. Bila verba ini didahului atau diikuti oleh pewatas depan dan pewatas belakang. Pewatas ini memberi keterangan pada tambahan pada kedua verba yang tertabungkan.


3)   Fungsi Verba Dan Frasa Verbal
            Dari segi fungsi, verba (frasa verbal) terutama menduduki fungsi predikat. Namun begitu, dia dapat pula menduduki fungsi lain seperti subjek, objek, dan keterangan (dengan perluasannya berupa objek, pelengkap, dan keterangan).

4)   Jenis Verba Menurut Prilaku Sintaksisnya
      a.   Pengertian Transitif
            Verba transitif selalu menurut hadirnya nomina sebagai objeknya dan nomina ini akan berubah menjadi subjek bila kalimatnya dipasifkan. Sebenarnya verba transitif bisa: ekatransitif.
      b.   Verba Semitransitif dan Taktransitif
            Dilihat dari ada tidaknya pelengkap, verba tak transitif dapat dibagi atas verba semitransitif (verba taktransitif berpelengkap) dan verba taktransitif (verba taktransitif  tak berpelengkap).
            Contoh:
            - Ayamnya berjumlah lima ekor
            - Yang dibicarakanya adalah kebohongan
            - Adi sudah mulai bekerja.
      c.               Verba Berpreposisi
            Verba berpreposisi adalah verba taktransitif yang selalu diikuti oleh preposisi tertentu. Verba tahu akan/tentang dalam kalimat berikut misalnya kalimat verba berpreposisi.
            Beberapa verba berpreposisi bermakana dengan verba transitif; tahu akan/tentang mengetahui. Demikian juga berminat pada/meminati, bertemu dengan/menemui; berbicara tentang/membicarakan. Sebagai tambahan, jika verba berpreposisi digantikan verba transitif, maka pelengkap pada verba berpreposisi lengsung berubah menjadi objek.
      d.   Hubungan Ketransitifan dengan Fiksasi
            Dari uraian di atas dapat diketahui adanya keterkaitan morfologi ketransitifan verba dan afiksasi pembentukan verba. Keterkaitan itu terwujud dalam kaidah-kaidah dibawah ini:
-          Verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiksasi ada yang transitif (makan), ada yang taktransitif (tidur).
-          Verba berprefiks ber- itu taktransitif (berjalan), yang berafiks ber- -kan itu semitransitif (tidur).
-          Verba berprefiks meng- tanpa sufiks ada yang transitif (mem- bawa) dan ada yang taktransitif (merakyat).
-          Semua verba berprefiks meng- bersufiks -kan, kecuali merupakan, selalu transitif (membelikan, mengerjakan). Jika bentuk verba ini mengacu pada diri pembaca atau umum, maka objeknya tak dinyatakan secara eksplisit (Pertunjukan ini menyenangkan); jika mengacu pada pihak tertentu, objek harus eksplisit (Pertunjukan itu menyenangkan anak-anak kota).
-           Kecuali menyerupai, semua verba bersufiks -i pasti transitif (merestui, memukuli).
-          Jika verba meng-Dasar (mengerja) tak ada dalam bahasa Indonesia, maka meng-Dasar-kan atau meng-Dasar-i pasti ekatransitif (megerjakan, merestui).
-          Jika bentuk meng-Dasar taktransitif, maka pasangannya, dengan sufiks –kan (menguningkan) atau -i (mengerasi) pastilah ekatransitif; dengan kekecualian; menyerah (taktransitif), tapi menyerahi (dwitransitif).
-          Jika bentuk meng-Dasar ekatransitif, maka pasangannya dengan –kan sering dwitransitif (mengambilkan), tetapi mendengarkan tetap ekatransitif.
-          Jika meng-Dasar adalah ekatransitif, maka penambahan -i tetaplah tak berubah sifat verba itu, umumnya. Memukul dan memukuli sama-sama ekatransitif. Ada kekecualian, yaitu verba seperti mengirim (ekatransitif) dan mengirimi (dwitransitif).

5.  Klausa Verbal
            Klausa verbal adalah klausa yang P-nya terdiri dari kata atau frase golongan V. Misalnya:
-          Petani mengerjakan sawahnya dengan tekun.
-          dengan rajin bapak guru memeriksa karangan murid.
            Kata golongan V ialah kata yang pada tatarannya klausa cenderung menduduki fungsi P dan pada tataran frase dapat dinegatifkan dengan kata tidak. Misalnya kata-kata berdiri, gugup, menoleh, berhati-hati, membaca, tidur, kurus, dan sebagainya.
            Berdasarkan kemungkinannya diikuti frase dengan sangat sebagai keterangan cara, kata verbal dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu kata kerja dan kata sifat. Kata kerja adalah verbal yang dapat diikuti frase dengan sangat. Frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata golongan V disebut frase verbal. Misalnya sedang mengerjakan, sedang memeriksa, sangat subur, panas sekali, dan sebagainya.
            Berdasarkan golongan-golongan kata verbal itu, klausa verbal dapat digolong-kan menjadi:
a. Klausa verbal ajektif
            Klausa ini P-nya terdiri dari kata golongan V yang termasuk golongan kata sifat, atau terdiri dari frase golongan V yang unsur pusatnya berupa kata sifat. Misalnya:
-          tanah persawahan di Delanggu sangat subur
-          udaranya panas sekali
-          anaknya pandai-pandai
b. Klausa verbal intransitif
            Klausa ini P-nya terdiri dari kata verbal yang termasuk golongan kata kerja intransitif, atau terdiri dari frase verbal yang unsur pusatnya berupa kata kerja intransitif. Misalnya:
-          burung-burung berterbangan di atas permukaan air laut
-          anak-anak sedang bermain-main di teras balakang
-          orang tua anak itu berada di luar negeri.
c. Klausa Verbal aktif
            Klausa ini P-nya terdiri dari kata verbal yang termasuk golongan kata kerja transitif, atau terdiri dari frase verbal yang unsur pusatnya berupa kata kerja transitif. Misalnya:
-          Arifin menghirup kopinya
-          Ia hanya menuntun skuternya
-          Mula-mula ia mempelajari seni dan musik
d. Klausa verbal pasif
            Klausa ini P-nya terdiri dari kata verbal yang termasuk golongan kerja pasif, atau terdiri dari frase verbal yang unsur pusatnya berupa kata kerja pasif. Misalnya:
-          Semangat itu harus kita pelihara
-          Saya sesalkan keputusan itu
-          Bohongnya ketahuan juga
e. Klausa verbal yang refleksi
            Klausa ini P-nya terdiri dari kata verbal yang termasuk golongan kata kerja refleksif, yaitu kata karja yang menyatakan ‘perbuatan’ yang mengenai ‘pelaku’ perbuatan itu sendiri. Pada umunya kata kerja ini berbentuk kata kerja meN- diikuti kata diri. Miasalnya:
-          Ia tidak dapat lagi menahan diri
-          Anak-anak itu menyembunyikan diri
f. Klausa verbal yang resiprekal
            Klausa ini P-nya terdiri dari kata verbal yang termasuk golongan kata kerja resiprokal, yaitu kata kerja yang menyatakan ‘kesalingan’. Bentuknya ialah saling meN-, saling ber-an dengan proses pengulangan atau tidak, dan saling meN-. Misalnya:
-          Mereka saling memukul
-          Anak-anak itu selalu ejek-mengejek
-          Dua orang pemuda itu saling memperolokkan

2.8 Problematika Verba
1.   Dasar ajektiva berprefiks se- Dasar ajektiva dan prefiks se- bukanlah berkategori ajektiva sebab dapat diawali adverbial agak atau sangat. Bentuk agak sepintar dan sangat sepintar sangat tidak berterima. Kata-kata yang dibentuk dari dasar ajektiva dengan prefiks se- sesungguhnya berkategori verba. Prefiks se- pada dasar ajektiva bertugas membentuk tingkat perbandingan 'sama' atau sederajat dalam suatu sistem penderajatan.
Perhatikan:
- setinggi → sama tinggi → tingkat sama
- sepintar → sama pintar → tingkat sama
- semahal → sama mahal → timgkat sama
2.   Dasar ajektiva bersufiks –an sesungguhnya berkategori ungguhnya berkategori ajektiva, melainkan verba, sebab tidak dapat diawali adverbial agak atau sangat.Bentuk agak tinggian dan sangat tinggian tidak berterima. Kata-kata yang dibentuk dari dasar ajektiva dengan sufiks –an membentuk tingkat perbandingan lebih dalam satu sistem penderajatan.
Perhatikan:
- tinggian → lebih tinggi → tingkat lebih
      - pintaran → lebih pintar → tingkat lebih
      - mahalan → lebih mahal → tingkat lebih
3.   Dasar ajektiva berprefiks ter- sesungguhnya berkategori verba. Kata-kata yang bentuk dasarnya ajektiva dengan prefiks ter- tidaklah termasuk berkategori ajektiva, melainkan berkategori verba, sebab tidak dapat didahului adverbial agak dan sangat. Bentuk-bentuk seperti agak termahal dan sangat termahal tidak berterima. Prefiks ter- pada dasar ajektiva bertugas membentuk tingkat perbandingan superlatife dalam suatu sistem penderajatan.
Perhatikan:
- tertinggi → paling tinggi → tingkat paling
      - terpintar → paling pintar → tingkat paling
      - termahal → paling mahal → tingkat paling
4.   Dasar ajektiva berklofiks me-kan merupakan kategori ganda. Dasar ajektiva berklofiks me-kan sesungguhnya merupakan kategori ganda, yaitu ajektiva dan verba. Sebagai kategori ajektiva dapat didahului oleh adverbia agak dan sangat; dan sebagai verba dapat diikuti oleh sebuah objek. Misalnya: Agak memalukan orang banyak.
Keterangan:
-    agak memalukan menunjukkan memalukan sebagai kategori ajektiva
- memalukan orang banyak menunjukkan memalukan berkategori verba
5.   Dasar Ajektiva Berklofiks me-i merupakan kategori ganda. Dasar ajektiva dengan klofiks me-i sesungguhnya merupakan kategori ganda, yaitu ajektiva dan verba. Sebagai kategori ajektiva dapat didahului adverbial agak dan sangat; dan sebagai verba dapat diikuti oleh sebuah objek.
Misalnya: Sangat menghormati guru itu.
Keterangan:
- sangat menghormati menunjukkan menghormati sebagai ajektiva
- menghormati guru itu menunjukkan menghormati berkategori verba
6.   Akar yang dapat membentuk verba dalam bahasa Indonesia ada sejumlah akar yang dapat membentuk verba berprefiks me- dan verba berprefiks ber-, seperti:
- satu → menyatu → bersatu
- temu → menemukan → bertemu
- kembang → mengembang → berkembang
- baur → membaur → berbaur
- tinju → meninju → bertinju

2.9  Fungsi verba

Kita telah belajar cara menggambarkan nomina dengan berbagai cara menggunakan nomina lain dan adjektiva. Dengan kemampuan tersebut, kita sudah bisa mengekspresikan cukup banyak hal. Namun, kita masih belum bisa menyatakan aksi. Inilah guna verba (kata kerja)!.
Verba pada bahasa Jepang selalu diletakkan di akhir klausa. Karena kita belum belajar cara membuat lebih dari satu klausa, untuk saat ini aturan tersebut berarti setiap kalimat yang memiliki verba harus meletakkan verbanya di akhir. Kita akan mengenal dua kategori utama verba, yang akan memungkinkan kita belajar aturan konjugasi. Sebelum melangkah lebih lanjut, ada satu hal penting yang harus kamu ingat selalu:
Kalimat yang secara tata bahasa lengkap hanya memerlukan verba (termasuk pernyataan keadaan benda).
Dengan kata lain, tidak seperti bahasa Indonesia, kamu benar-benar hanya perlu verba untuk membuat kalimat yang benar. Tanpa topik juga tidak masalah! Mengerti sifat fundamental ini sangatlah penting untuk memahami bahasa Jepang. Inilah sebabnya kalimat bahasa Jepang yang paling sederhana pun tidak bisa diterjemahkan mentah-mentah ke bahasa Indonesia. Semua konjugasi akan dimulai dari bentuk kamusnya (sebagaimana kata-kata tersebut muncul di kamus).



BAB III
PENUTUP

3.1 SIMPULAN
            Dari pembahasan di atas, disimpulkan bahwa Verba (kata kerja) bisa dikenali melalui bentuk morfologis, perilaku sintaksis, perilaku semantis dari keseluruhan kalimat. Selain itu, verba dapat didampingi dengan kata tidak.
            Berdasarkan bentuk morfologis, verba dibedakan menjadi verba dasar, verba turunan. Kemudian berdasarkan sintaksis, yaitu sifat verba dalam hubungannya dengan kata lain dalam bentuk frasa (kelompok kata), klausa (anak kalimat), dan kalimat, dengan memperhatikan fungsi, jenis, dan perilaku dalam kalimat (sintkasis). Sedangkan berdasarkan intraksi verba (perilaku sintaksis, tindakan atau perbuatan) dengan nomina pendampingnya.

 
DAFTAR PUSTAKA

Muslich, Masnur. (2010). Garis-garis Besar Tatabahasa Baku Bahasa Indonesia, Bandung: PT Refika Aditama.
Ningsih, Sri. (2007). Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa, Yogyakarta: Andi .
Parera, Jos Daniel. (2010). Bahasa Morfologi, Jakarta: PT. Ikrar Mandiriabadi.
Ramlan, M. (2009), Morfologi suatu Tinjauan Deskriptif, Yogyakarta: CV. Karyono.

1 komentar:

  1. The Star Grand at The Star Grand at The Star Gold Coast
    The Star Grand 오공슬롯 at The Star 안전한사이트 Gold Coast features five restaurants, 안전 사설 토토 사이트 a 24-hour casino, and a 포커페이스 seasonal Olympic-sized indoor pool. 토토 사이트 직원 모집 In addition, the

    BalasHapus